Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi Wanita-Pria (Waria) (IDN Times/Arief Rahmat)

Jakarta, IDN Times - Pandemik virus corona atau COVID-19 membuat kaum transpuan harus memutar otak agar bisa bertahan hidup. Pekerjaan yang biasanya mereka geluti terpaksa harus terhenti sementara waktu akibat adanya kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).

Pimpinan Pesantren Waria Al-Fatah Yogyakarta, Shinta Ratri mengatakan, ia bersama rekan transpuan di komunitasnya tidak memiliki persiapan untuk menghadapi situasi sulit seperti sekarang ini.

“Pertama kali ada lokal lockdown, banyak transpuan di-cancel job rias mantennya. Banyak kawan-kawan tidak bisa kerja karena salon ditutup,” kata Shinta saat sesi diskusi daring bersama Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dengan tema ‘Siasat Transpuan Menghadapi Pagebluk Corona’, Kamis (21/5).

1. Para transpuan tidak mendapatkan bansos karena tidak memiliki KTP

Ilustrasi pembagian sembako (IDN Times/Istimewa)

Tidak hanya pekerjaan, Shinta juga mengkritik minimnya perhatian pemerintah daerah kepada kaum transpuan di tengah pandemik. Bantuan sosial (Bansos) yang seharusnya bisa mereka dapatkan, tidak pernah juga terealisasi karena mereka tidak punya KTP.

Tak ingin berpangku tangan kepada pemerintah daerah, ia dibantu sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan komunitas transpuan mengadakan penggalangan dana dengan tujuan bisa membantu para transpuan yang sangat terdampak.

“Di sana kita berdayakan bantuan sembako ke kawan-kawan. Di samping itu kebutuhan kawan-kawan tidak hanya sebatas sembako saja, tapi juga untuk (sewa) indekos itu sangat memberatkan kami para transpuan yang pada saat pandemik ini tidak berdaya,” ujarnya.

2. Dinsos tidak lagi memiliki wewenang untuk melakukan rehabilitasi kepada kaum transpuan

Editorial Team

Tonton lebih seru di