Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Presiden Joko Widodo memberikan pemaparan saat menjadi pembicara kunci pada Indonesia Digital Economy Summit 2020 di Jakarta, Kamis (27/2/2020) (ANTARA FOTO/Restu P)

Jakarta, IDN Times - Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menyambut baik wacana yang digulirkan Presiden Joko "Jokowi" Widodo untuk merevisi Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Namun Kontras menilai merevisi saja tak cukup. 

"Selain melakukan revisi UU ITE pemerintah juga perlu memberikan pemahaman kepada aparat penegak hukumnya untuk tidak salah menafsirkan terkait dengan pasal-pasal yang masuk ke dalam unsur pencemaran nama baik," ujar Wakil Koordinator II KontraS Arif Nur Fkiri kepada IDN Times pada Rabu (17/2/2021) malam.

1. Pencemaran nama baik gak selalu harus masuk ranah pidana

Ilustrasi dugaan pencemaran nama baik (suduthukum.com)

Arif menilai banyak kasus pencemaran nama baik dikenakan Pasal UU ITE. Padahal, kata Arif, tak semua pencemaran nama baik harus dipidana. Hal tersebut justru akan membuat penjara semakin padat.

"Mekanisme-mekanisme perdata juga bisa dilakukan sepanjang yang merasa dirugikan tersebut dapat membuktikan," jelasnya.

2. Perlu adanya mekanisme pengawasan independen

Editorial Team

Tonton lebih seru di