Ilustrasi hujan (IDN Times/Besse Fadhilah)
Menurut siaran pers Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), hingga akhir September 2020 pemantauan terhadap anomali iklim global di Samudera Pasifik Ekuator, menunjukkan bahwa anomali iklim La Nina sedang berkembang.
La Nina sendiri merupakan fenomena turunnya suhu permukaan laut di Samudera Pasifik, sehingga suhunya menjadi lebih rendah. Catatan historis menunjukkan bahwa La Nina dapat menyebabkan terjadinya peningkatan akumulasi jumlah curah hujan di Indonesia hingga 40% di atas normalnya.
Terdapat dua fenomena iklim di dunia, yakni El Nino dan La Nina. Keduanya merupakan bagian dari sistem iklim global yang terjadi ketika Samudera Pasifik dan atmosfer di atasnya berubah dari keadaan netral menjadi beberapa musim berbeda di setiap negara.
Nama El Nino dan La Nina berasal dari bahasa Spanyol. El Nino sendiri memiliki arti sebagai “anak kecil” dan La Nina diartikan sebagai “gadis kecil”. Meski pun keduanya merupakan fenomena iklim, namun El Nino dan La Nina memiliki perbedaan yang cukup kontras.
Dikutip dari laman bmkg.go.id, El Nino adalah pemanasan suhu permukaan laut di atas kondisi normalnya yang terjadi di Samudera Pasifik bagian tengah. Fenomena El Nino memicu terjadinya kondisi kekeringan untuk wilayah Indonesia secara umum.
Sedangkan La Nina berbeda, di mana suhu permukaan laut di Samudera Pasifik akan mengalami pendinginan pada bagian tengahnya. Dampak fenomena iklim La Nina ialah meningkatkan curah hujan di wilayah Indonesia secara umum.