Perlu diketahui, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) memberi beberapa catatan pada Vaksin Nusantara yang digagas Eks Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto. Salah satunya adalah tidak konsistennya antara komite etik dan tempat uji klinis tahap pertama dilakukan.
Kepala BPOM Penny Lukito mengatakan, komite etik yang mengawasi pengembangan vaksin dari sel dendritik itu ada di RSPAD Gatot Subroto, Jakarta. Sedangkan uji klinis malah dilakukan di RSUP dr. Kariadi, Semarang, Jawa Tengah.
"Komite etik di tempat penelitian dilaksanakan haruslah bertanggung jawab terhadap pelaksanaan uji klinik, terutama keselamatan subjek uji klinik penelitian. Penelitian dilakukan di RSUP dr. Kariadi, Semarang, bekerja sama dengan Universitas Diponegoro. Dalam hal ini saya kira pada tempatnya dr. Kariadi Semarang memiliki komite etik untuk melaksanakan uji klinik di rumah sakitnya," ujar Penny saat rapat kerja dengan Komisi IX DPR, Rabu, 10 Maret 2021.
Penny menambahkan, "di awal tidak ada pembuktian bahwa tanggung jawab terhadap keselamatan subjek penelitian itu menjadi tanggung jawab komite etik Universitas Airlangga."
Dia menjelaskan pemenuhan good clinical practice juga tidak dilaksanakan dalam penelitian Vaksin Nusantara. Hal lain yang disoroti Penny yaitu data yang disampaikan tim peneliti Vaksin Nusantara ke BPOM mengenai uji klinis tahap pertama, yakni imunitas yang dihasilkan berbeda dengan yang dipaparkan saat rapat kerja dengan Komisi IX DPR.
Penny mengatakan, sudah menjadi tugasnya selaku kepala BPOM untuk memastikan proses uji klinis yang dilakukan terhadap manusia harus sesuai prosedur. Sementara, terkait rilis komite etik justru sudah berbeda dengan tempat dilakukan uji klinis tahap I.
Sesuai dengan informasi yang pernah disampaikan, tim peneliti Vaksin Nusantara, pada tahap I, mereka melibatkan 27 relawan. Proses uji klinis tahap I dimulai pada 23 Desember 2020 hingga 6 Januari 2021.
Tim peneliti di RSUP dr. Kariadi mengklaim, tidak ada efek samping serius dalam uji klinis tersebut. Mereka tidak bisa melanjutkan ke tahap uji klinis kedua sebelum diberikan restu dari BPOM.
"Tetapi kami harus betul-betul memastikan uji klinis benar-benar sesuai prosedur. Jadi, harus memenuhi kaidah good laboratory practice, good manufacturing practice, dan good clinical practice dari produk itu sendiri," ujar Penny.