Sementara, perusahaan farmasi AstraZeneca membantah vaksin COVID-19 yang mereka produksi mengandung produk turunan dari babi. Pernyataan itu sekaligus menepis pernyataan yang disampaikan Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada 19 Maret 2021 terkait vaksin AstraZeneca mengandung enzim tripsin babi sehingga dinyatakan haram.
"Penting untuk dicatat bahwa vaksin COVID-19 AstraZeneca, merupakan vaksin vektor virus yang tidak mengandung produk berasal dari hewan, seperti yang telah dikonfirmasi oleh Badan Otoritas Produk Obat dan Kesehatan Inggris," demikian bunyi keterangan tertulis dari PT AstraZeneca Indonesia, Minggu (21/3/2021).
Di dalam keterangan tertulisnya, PT AstraZeneca Indonesia mengklaim vaksin yang mereka produksi bisa memberikan perlindungan sehingga bila terpapar COVID-19 tak perlu dirawat di rumah sakit. Bahkan, kematian pun bisa dicegah. Mereka menyebut hal itu sudah mulai terlihat 22 hari setelah dosis pertama vaksin diberikan.
"Penelitian vaksinasi yang telah dilakukan berdasarkan model penelitian dunia nyata menemukan bahwa satu dosis vaksin bisa mengurangi rawat inap hingga 94 persen di semua kelompok umur, termasuk bagi mereka yang berusia 80 tahun ke atas. Penelitian lain juga menunjukkan bahwa vaksin dapat mengurangi tingkat penularan penyakit hingga dua pertiga," kata AstraZeneca.
Vaksin AstraZeneca tiba di Indonesia pada 8 Maret 2021. Saat itu, vaksin yang diterima berdasarkan skema COVAX jumlahnya mencapai 1,1 juta dosis. Berdasarkan informasi dari Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, vaksin AstraZeneca memasuki masa kedaluwarsa pada Mei 2021.