Jakarta, IDN Times - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD mengatakan, Presiden Joko "Jokowi" Widodo terkejut saat kali pertama mengetahui Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia tahun 2022 anjlok. Lembaga Transparency International Indonesia (TII) mencatat, skor Indonesia di tahun 2022 ada di angka 34. Padahal, pada 2021 skor Indonesia ada di angka 38.
Kemunduran ini menunjukkan situasi korupsi di Tanah Air semakin memburuk. Selain itu konflik kepentingan antara penguasa dan pengusaha makin tinggi. Dampaknya, calon investor berkualitas bakal berpikir dua kali untuk membenamkan duitnya di Indonesia.
Maka, untuk mencari jalan tindak lanjut, Jokowi memanggil semua aparat penegak hukum (APH), mulai dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kepolisian, hingga Kejaksaan Agung.
"Kami akan melakukan langkah-langkah yang mungkin dalam dua atau tiga hari ke depan akan dipanggil lagi Presiden. Tadi, kami berempat menyampaikan arahan-arahan apa yang akan kami lakukan," ungkap Mahfud di Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (6/2/2023).
Ia pun tak menampik ada sejumlah indikator yang mengalami penurunan dan mempengaruhi IPK. Salah satunya terkait perizinan. "Kemudahan berinvestasi dan adanya kekhawatiran dari para investor soal penegakan hukum, itu memang berpengaruh sehingga (jadi turun)," tutur dia lagi.
Lebih lanjut, pemerintah mengapresiasi TII yang telah merilis hasil IPK 180 negara, termasuk Indonesia. Meskipun, Mahfud sempat mengkritik hasil survei yang menunjukkan IPK Indonesia terjun bebas.
"Untuk setiap negara, kita tidak tahu mungkin ukurannya (untuk melakukan survei) yang dipakai berbeda-beda. Misalnya, (IPK) Timor Leste tahun ini lebih tinggi dari kita sekarang. Karena mereka hanya diukur dari empat lembaga, sementara kita diukur dari delapan. Tapi, gak apa-apa, itu hak dari TII untuk membuat agregasi," ujarnya.
Lalu, apa yang bakal dilakukan oleh pemerintah untuk mendongkrak skor IPK Indonesia?