Badan Legislasi Rapat Kerja dengan Menkumham dan PPUU DPD RI dalam rangka Penyusunan Prolegnas RUU Tahun 2020-2024 dan Prolegnas RUU Prioritas Tahun 2020 di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (4/12). (IDN Times/Irfan Fathurohman)
Menutup pengujung tahun, DPR RI kembali menjadi sorotan setelah mengesahkan RUU Cipta Kerja yang kontroversi di publik dan menuai serangkaian aksi unjuk rasa para buruh. RUU Ciptaker sah menjadi undang-undang, setelah disepakati dalam pengambilan keputusan tingkat II dalam rapat paripurna DPR RI, Senin (5/10/2020)
RUU Ciptaker ini disepakati oleh 7 fraksi yaitu PDI Perjuangan, Golkar, Gerindra, PKB, PPP, NasDem, dan PAN. Sedangkan dua fraksi yang menolak yaitu Demokrat dan PKS. Buruh menolak keras pada pasal-pasal yang dianggap menyengsarakan. Misalnya, peningkatan jam kerja, sistem kontrak, penetapan upah minimum, pesangon, pekerja kontrak, pekerja asing, hingga outsourcing.
Setelah sah, UU Ciptaker juga sempat disoroti kembali karena banyaknya revisi yang mengakibatkan adanya perubahan pada substansi. Bahkan hingga Presiden Jokowi menandatangani draf UU Ciptaker setebal 1.187 halaman pada Senin (02/11/2020) malam, masih ada pasal-pasal yang rancu di dalamnya.
Berdasarkan penelusuran IDN Times, ada kerancuan pada sebuah pasal di Bagian Kesatu "Umum" pada halaman 6 UU Cipta Kerja. Pasal itu merujuk pada ayat di pasal sebelumnya padahal pasal sebelumnya tidak memiliki ayat. Pasal yang dimaksud adalah Pasal 6 tentang peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha.
Pasal 6 berbunyi: "Peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a meliputi:
a. penerapan Perizinan Berusaha berbasis risiko;
b. penyederhanaan persyaratan dasar Perizinan Berusaha; c. penyederhanaan Perizinan Berusaha sektor; dan
d. penyederhanaan persyaratan investasi."
Padahal Pasal 5 tidak memiliki ayat. Pasal tersebut berbunyi: "Ruang lingkup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 meliputi bidang hukum yang diatur dalam undang-undang terkait."
Tidak hanya itu, IDN Times juga menemukan kerancuan di halaman 223 pada Bab III tentang Peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha. Kerancuan ditemukan pada Pasal 5 Tentang Energi Dan Sumber Daya Mineral ayat (3) yang berbunyi, "Minyak dan Gas Bumi adalah Minyak Bumi dan Gas Bumi".