Jakarta, IDN Times - Gelombang penolakan Undang-Undang Cipta Kerja atau Omnibus Law yang berlangsung pada 8, 13, dan 20 Oktober 2020 berakhir dengan kericuhan. Sejumlah pelajar juga terlibat dalam kasus kericuhan dan tak sedikit yang harus berhadapan dengan hukum.
Kapolda Metro Jaya, Irjen Nana Sudjana mengatakan, mayoritas pelajar yang ikut demo hingga berbuat rusuh tersebut tergabung dalam grup aplikasi percakapan, salah satunya grup WhatsApp STM se-Jabodetabek.
Keterlibatan pelajar, kata dia, biasanya karena solidaritas satu sama lain setelah diajak oleh rekannya.
"Jadi mereka ada juga yang tadi mereka diajak oleh teman-temannya, kemudian rasa solidaritas tinggi bahwa mereka dalam suatu grup WhatsApp tersebut ataupun di akun STM se-Jabodetabek tersebut, ya mereka ada kesamaan. Istilahnya kesamaan satu rasa," kata Nana di Mapolda Metro Jaya, Selasa (27/10/2020).