Ilustrasi kekerasan seksual (IDN Times/Arief Rahmat)
Rudi kemudian berasumsi kalau upaya mencium korban di sebuah kamar hotel, di sela kegiatan diklat dosen pengampu mata kuliah PGRI pada 4-5 Juni 2021 di Pasuruan itu, merupakan kasus kecil yang dibesar-besarkan.
"Saya kalau melihat, kasus saya ini paling kecil dan paling ringan dibandingkan mereka-mereka yang sudah melakukan hal seperti itu, melebihi ya. Kasus saya ini dibesar-besarkan," ujarnya.
Kendati sudah menyatakan mundur sebagai rektor, Rudi masih berharap masih bisa kembali bekerja di Kampus Unipar. Seiring desakan sejumlah dosen untuk mengundurkan diri, ia telah mengakui kesalahannya ke Yayasan IKIP PGRI dengan membuat kronologi dan berharap cukup diberi surat peringatan pertama (SP 1).
"Saya sebenarnya ingin kembali pada keputusan pertama meng SP 1 kan saya. Itu harapan saya. Tapi karena Yayasan lebih mempertimbangkan keinginan dosen dosen itu ya sudah, saya menyatakan mengundurkan diri. Barangkali ini peringatan dari Tuhan," katanya.
Rudi sendiri sudah bekerja di Kampus Unipar sejak tahun 1981. Selama menjabat ia mengaku telah berbuat banyak untuk kampusnya, termasuk meningkatkan status nama menjadi universitas. Menurutnya banyak kasus yang lebih besar namun belum ditangani di kampusnya.
"Termasuk sudah mengubah nama kampus IKIP menjadi universitas. Saya sudah berbuat banyak, tapi nampaknya tidak dipertimbangkan oleh mereka. Kemudian kasus yang lebih besar dari saya tidak ditangani. Saya merasa tidak mendapatkan keadilan di sini," terangnya.