Hakim Konstitusi, Arsul Sani (IDN Times/Ilman Nafi'an)
Arsul bercerita kisah studinya tidak berlangsung mudah. Ia memulai pendidikan doktoral pada 2011 di Glasgow School for Business and Society, Glasgow Caledonian University, Inggris.
Tahap awal ia rampungkan dan transkrip akademik telah diterima. Ia mulai menyusun proposal disertasi di tengah persiapan maju sebagai calon anggota DPR RI pada Pemilu 2014.
Setelah terpilih sebagai Anggota DPR periode 2014-2019, intensitas kerja membuatnya mengambil cuti akademik berkepanjangan hingga akhirnya tak menuntaskan studi di Glasgow. Karena sudah menjalani setengah perjalanan, Arsul kemudian mencari kampus yang bisa menerima transfer studinya.
Setelah berkonsultasi dengan beberapa kolega, ia memperoleh rekomendasi Collegium Humanum Warsaw Management University di Polandia. Pendaftaran dilakukan pada awal Agustus 2020, setelah ia memastikan legalitas kampus tersebut melalui pusat data Kementerian Pendidikan.
Proses perkuliahan Arsul dijalani secara daring karena situasi pandemi COVID-19. Enam bulan pertama ia gunakan untuk mengikuti kelas sambil menentukan arah riset. Pada 2021, ia mantap memilih topik terkait penanggulangan terorisme di Indonesia, khususnya perkembangan kebijakan hukum pascabom Bali.
Penelitian dilakukan melalui pendekatan hukum normatif serta riset empiris. Arsul mewawancarai sejumlah tokoh dan akademisi untuk memperkaya analisisnya. Disertasinya kemudian berhasil dipertahankan lewat ujian viva voce. Karya itu juga dibukukan dengan judul “Keamanan Nasional dan Perlindungan HAM: Dialektika Kontraterorisme di Indonesia.”
Menurut Arsul, seluruh dokumen pendidikan—baik asli maupun salinan—telah ia serahkan dalam proses seleksi hakim konstitusi di Komisi III DPR RI. Berkas yang sama juga disampaikan kepada Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK).
“Termasuk beberapa catatan kuliah atau komunikasi yang saya masih punya” jelasnya.
Dengan demikian, kabar ijazah S3 milik Arsul palsu adalah berita hoaks.