Penyerahan tahap dua tersangka dan barang bukti perkara Penggelapan atau Penggelapan dalam Jabatan Yayasan Aksi Cepat Tanggap (dok.Istimewa)
Kasus bermula saat tragedi kecelakaan pesawat Lion Air JT 610 pada tanggal 18 Oktober 2018 lalu. Jenis pesawat yang mengalami kecelakaan adalah Boeing dan membuat perusahaan Boeing memberikan dana BCIF kepada para ahli waris korban kecelakaan dan diberikan dalam bentuk pembangunan sarana Pendidikan atau Kesehatan.
Boeing meminta para ahli waris untuk menunjuk Lembaga atau Yayasan yang bertaraf internasional dan 69 ahli waris merekomendasikan Yayasan ACT. Diektahui, masing-masing ahli waris mendapatkan dana sebesar USD 144.500 atau senilai Rp 2.066.350.000.
Yayasan ACT ada tanggal 28 Januari 2021 telah menerima pengiriman dana BCIF dari Boeing sebesar Rp138.546.366.500. Namun, dari dana BCIF hanya sebagian dan dana tersebut dipakai untuk kepetingan yang bukan peruntukannya.
Pada pelaksanaannya, para ahli waris tidak diikutsertakan dalam penyaluran dana BCIF tersebut.
"Dan diduga pengurus Yayasan Aksi Cepat Tanggap melakukan dugaan penggunaan dana tidak sesuai peruntukannya untuk kepentingan pribadi berupa pembayaran gaji dan fasilitas pribadi, operasional perusahaan seta kegiatan lain di luar program Boeing," ujar Ketut.
Tersangka Ahyudin bersama Ibnu Khajar dan Hariyana telah menggunakan dana BCIF sebesar Rp117.982.530.997 untuk kegiatan di luar implementasi Boeing tanpa seizin dan sepengetahuan dari ahli waris korban kecelakaan Maskapai Lion Air pesawat Boeing 737 Max 8 maupun dari pihak Perusahaan Boeing sendiri.