Jakarta, IDN Times - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga, ada rapat direksi yang tanggalnya dibuat backdate terkait dugaan korupsi pengadaan lahan sekitar Jalan Tol Trans Sumatra (JTTS) 2018-2020. Hal itu didalami KPK dengan memeriksa empat saksi.
"Hari Senin, KPK menjadwalkan pemeriksaan terhadap saksi dugaan tindak pidana korupsi terkait pengadaan lahan di sekitar Jalan Tol Trans Sumatra Tahun Anggara 2018-2020," ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo, Rabu (17/9/2025).
Kasus Tol Trans Sumatra, KPK Duga Rapat Direksi Dibuat Backdate

Intinya sih...
Empat saksi BUMN diperiksa KPK terkait dugaan korupsi pengadaan lahan di Jalan Tol Trans Sumatra
KPK tetapkan dua orang dan satu korporasi sebagai tersangka, melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999
Negara dirugikan Rp205,14 miliar akibat kasus ini, berdasarkan penghitungan BPKP
1. Ada empat saksi yang diperiksa KPK
Empat saksi yang diperiksa KPK adalah Gatot Aries Purboyo, Arif Widodo Aji, Muhammad Ashar, dan Neneng Rahmawati. Mereka semua disebut sebagai pegawai BUMN oleh KPK.
"Penyidik mendalami terkait dengan SOP Pengadaan Lahan, SK Tim Pengadaan, Risalah Rapat Direksi yang baru dibuat dan kemudian tanggalnya dibuat backdate, seolah-olah tahapan itu dilakukan sebelum dilaksanakannya pembayaran dan pengadaan," ujarnya.
2. KPK tetapkan dua orang dan satu korporasi sebagai tersangka
Diketahui, KPK telah menetapkan mantan Direktur PT Hutama Karya Bintang Perbowo dan eks Kepala Divisi Pengembangan Bisnis dan Investasi Hutama Karya Rizal Sutjipto sebagai tersangka dalam pekara ini. Selain itu, KPK juga menetapkan PT Sanitarindo Tangsel Jaya sebagai tersangka korporasi.
Para Tersangka disangkakan telah melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
3. Negara dirugikan Rp205,14 miliar
Kasus ini diduga merugikan negara Rp205,14 miliar. Kerugian negara itu didapatkan berdasarkan penghitungan BPKP.
Rinciannya sebanyak Rp133,73 miliar dari pembayaran PT HK ke PT STJ (tidak termasuk PPN) atas lahan di Bakauheni dan Rp71,41 miliar dibayarkan oleh PT HK ke PT STJ (tidak termasuk PPN) di Kalianda.