Kebebasan Pers Melemah, Bagaimana Peran UU Pers Sekarang Ini?

Jakarta, IDN Times - Salah satu amanat reformasi 1998, yaitu adanya Undang-Undang (UU) Pers Nomor 40 Tahun 1999, yang mengatur tentang kebebasan dan kerja pers di Indonesia.
Sudah 21 tahun lamanya UU Nomor 40 Tahun 1999 mengatur kerja-kerja media di Indonesia. Sayang, kebebasan pers seperti amanat dalam undang-undang tersebut belum terwujud selama 21 tahun ini.
Ancaman kebebasan pers masih menghantui media dan jurnalis di Indonesia. Mulai dari ancaman secara langsung, hingga ancaman melalui teknologi digital seperti doxing atau menyebarkan informasi pribadi orang lain, dan teror kepada jurnalis.
Dari kasus-kasus ancaman kebebasan pers yang marak terjadi, menimbulkan pertanyaan mengenai bagaimana peran UU Pers saat ini dalam mengatur kerja pers?
Berikut ulasan yang dapat menjawab peran UU Pers saat ini.
1. UU Pers melemah karena digerogoti regulasi lainnya
UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers merupakan dasar dari regulasi yang mengatur persoalan pers. Selama 21 tahun ini, UU Pers tersebut dapat bertahan tanpa direvisi berbagai pihak terkait.
Dalam perjalanannya, UU Pers kini dianggap melemah dalam menangani kasus-kasus pers di Indonesia. Undang-undang ini seolah tidak lagi menjadi payung hukum yang menaungi kerja jurnalistik.
Menurut Direktur Eksekutif Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers Ade Wahyudin, banyak regulasi baru yang membuat UU Pers ini melemah dari sebelumnya.
"Saya menilai UU Pers ini sedang digerogoti oleh peraturan lainnya. Kita bisa bilang contohnya UU ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik), rancangan KHUP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana), Rancangan Undang-Undang Omnibus Law (RUU Omnibus Law)," ujar Ade dalam diskusi bertema Seminar 21 tahun UU Pers, Prospek dan Tantangan yang diselenggarakan Dewan Pers, Rabu, 23 September 2020.
Ade juga mengatakan, banyak kasus kriminalisasi jurnalis yang menggunakan UU ITE Pasal 27 ayat 3 tentang pencemaran nama baik, dan Pasal 28 ayat 2 tentang ujaran kebencian terhadap suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
Dengan adanya regulasi baru yang diciptakan ini, kata dia, justru melemahkan UU Pers yang bertugas melindungi kerja jurnalistik di Indonesia.