Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi gedung DPR di Senayan. (IDN Times/Kevin Handoko)
Ilustrasi gedung DPR di Senayan. (IDN Times/Kevin Handoko)

Intinya sih...

  • Kebijakan KPU memberikan opsi untuk merahasiakan riwayat pendidikan anggota DPR

  • Publik seharusnya bisa akses riwayat pendidikan anggota DPR sebagai pejabat

  • Riwayat pendidikan anggota DPR ditutup ke publik, 36,38% legislator tidak mengungkap riwayat pendidikannya

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Haykal, menanggapi polemik 211 anggota DPR RI yang merahasiakan riwayat pendidikan saat mendaftar sebagai peserta Pemilihan Anggota Legislatif (Pileg) 2024 lalu.

Menurutnya, akar permasalahan ditutupnya informasi kepada publik ini ialah dari Komisi Pemilihan Umum (KPU).

"Berkaitan dengan adanya 200-an lebih anggota DPR yang tidak mencantumkan riwayat pendidikan, ini kan juga permasalahannya dari kebijakan KPU itu sendiri," kata dia dalam jumpa pers yang diselenggarakan daring melalui kanal YouTube Perludem, dikutip Senin (22/9/2025).

1. Bagian dari kebijakan KPU memberikan pilihan

Gedung KPU RI (IDN Times/Rochmanudin)

Haykal menyampaikan, tidak dibukanya riwayat pendidikan karena KPU memberikan opsi kepada para calon anggota legislatif untuk membuka atau menutup informasi seperti rekam jejak dan riwayat pendidikan.

"Bagaimana kemudian KPU bisa memberikan pilihan kepada calon anggota legislatif untuk dapat membuka atau dapat menutup informasi-informasi yang berkaitan dengan dirinya. Termasuk di dalamnya rekam jejak, CV, riwayat pendidikan dan sebagainya," ungkap dia.

2. Harusnya publik bisa akses riwayat pendidikan anggota DPR sebagai pejabat

Ilustrasi kampanye. (FOTO: IDN Times/ Agung Sedana)

Padahal seharusnya, ketika pemilu dimaknai sebagai sebuah proses pengisian jabatan publik, seharusnya memberikan keterbukaan kepada masyarakat. Publik bisa mengakses dan mengetahui riwayat calon anggota DPR yang akan dipilih.

"Bagaimana kemudian masyarakat diberikan kesempatan untuk menilai, untuk mengetahui, dan untuk memilih dari pertimbangan-pertimbangan tersebut. Namun yang dipilih oleh KPU adalah untuk menutup atau setidaknya memberikan pilihan untuk menutup informasi-informasi tersebut," ucap Haykal.

Seharusnya, KPU tidak memberikan ruang kepada para kandidat untuk memilih merahasiakan riwayat hidupnya. Haykal menekankan, membuka informasi publik adalah suatu kepastian yang harus dilakukan.

Haykal menegaskan, permasalahan KPU yang terjadi saat ini sebagian besarnya disebabkan pengambilan kebijakan dan keputusan, yang tidak mempertimbangkan prinsip penyelenggaran pemilu dan kepentingan rakyat yang jauh lebih luas.

3. Riwayat pendidikan anggota DPR ditutup ke publik

Ilustrasi kampanye. (IDN Times/ Agung Sedana)

Adapun, riwayat pendidikan anggota DPR yang dirahasiakan itu dimuat dalam laporan Badan Pusat Statistik (BPS) yang merilis data Statistik Politik 2024.

Laporan itu salah satunya turut membahas mengenai kelompok umur dan latar belakang pendidikan anggota DPR RI terpilih.

Dijelskan, dari total 580 anggota DPR RI, sebanyak 211 orang di antaranya tidak menyebutkan latar belakang pendidikan saat melakukan pendaftaran di KPU. Artinya terdapat 36,38 persen legislator yang tak mengungkap riwayat pendidikannya.

Sementara anggota DPR yang mengungkap pendidikan terakhirnya setingkat SMA terdapat 63 orang legislator (10,85 persen), S1 atau sarjana 155 legislator (26,72 persen), S2 terdapat 119 legislator (20,52 persen), dan S3 sebanyak 29 orang (5 persen). Kemudian berstatus "dan lain-lain" sebanyak tiga orang (0,52 persen).

Adapun saat dikonfirmasi mengenai polemik ini, pihak KPU RI meminta waktu karena data terkait latar belakang pendidikan caleg ini perlu diperiksa kembali secara perinci.

"Karena ini persoalan data terinci, maka saya cek terlebih dahulu agar data yang disampaikan terverifikasi," kata anggota KPU RI Idham Holik, Jumat (19/7/2025).

Editorial Team