Jakarta, IDN Times - Ketua Komisi Kejaksaan, Barita Simanjuntak, mengatakan ada pengawasan khusus yang dilakukan Jaksa Agung dan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum), terhadap para jaksa yang ditugaskan mengawal kasus pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J dengan tersangka Ferdy Sambo.
Salah satu bentuk pengawasannya adalah dilakukan penyadapan terhadap sarana komunikasi para jaksa yang mengawal kasus Sambo.
Total 30 jaksa akan mengawal kasus ini. Sedangkan, dalam kasus menghalangi upaya penyidikan, Kejaksaan Agung (Kejagung) menugaskan 43 jaksa. Komunikasi mereka juga disadap.
Pengawasan yang demikian ketat dilakukan, kata Barita, untuk mencegah intervensi dari pihak luar, termasuk orang-orang yang disebut 'kakak asuh'.
"Beberapa kali kami berkoordinasi dengan Jaksa Agung dan Jampidum serta tim, semua sarana komunikasi dari 30 jaksa yang menangani perkara itu, disadap dan dimonitor (komunikasi)," kata dia menjawab pertanyaan IDN Times dalam diskusi bertema Terjalnya Proses Pencarian Keadilan Kasus Joshua di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (27/9/2022).
"Sehingga mereka akan dimonitor terus, sehingga ada isu kakak asuh atau intervensi, tak bisa terjadi," sambungnya.
Barita menyebut langkah itu dilakukan untuk memberikan garansi Kejaksaan Agung bersikap transparan. Salah satunya, publik bakal diinformasikan mengenai proses pembuatan dakwaan dan semua berjalan sesuai koridor.
"Bahkan, kami Komisi Kejaksaan juga diminta turun untuk melakukan pengawasan. Kami juga sudah membentuk tim untuk setiap persidangan, terdiri dari lima komisioner yang akan hadir. Kami akan memantau apa yang terjadi dalam persidangan nanti," kata dia.
Pernyataan Barita sekaligus menepis kekhawatiran publik terhadap proses persidangan Ferdy Sambo yang rentan intervensi. Salah satunya dari 'kakak asuh' yang memiliki kedekatan dengan mantan Kadiv Propam itu selama di kepolisian.
Apakah ini berarti persidangan dengan tersangka utama Ferdy Sambo dapat digelar secara terbuka?