Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
(ilustrasi) IDN Times / Sukma Shakti

Jakarta, IDN Times - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat dalam tiga tahun terakhir, angka kasus kekerasan yang melibatkan anak mencapai 4.164 kasus.

"Tren kekerasan anak baik sebagai korban dan pelaku bagaikan fenomena gunung es, masih banyak kasus yang tidak dilaporkan ke KPAI," ujar Wakil Ketua Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia ( KPAI), Rita Pranawati, Rabu (24/4).

1. Kasus kekerasan anak banyak yang tidak dilaporkan

IDN Times/Dini suciatiningrum

KPAI mencatat, kasus kekerasan di mana anak sebagai pelaku di tahun 2016 ada 542 kasus, pada 2017 meningkat menjadi 638 kasus, dan naik menjadi 661 kasus di 2018.

Sedangkan pada 2016, terdapat 775 kasus anak sebagai korban kekerasan. Angka tersebut naik di 2017 menjadi 782 kasus dan menurun di 2018 menjadi 766 kasus.

"Fenomena kekerasan yang melibatkan anak memang berubah ya, tetapi untuk kasus bullying di media sosial angkanya naik sejak adanya adanya media sosial," imbuh Rita.

2. Kurangnya literasi digital picu kekerasan anak

(IDN Times/Dini Suciatiningrum)

Rita Pranawati menilai kurangnya literasi digital membuat anak rentan menjadi korban atau pelaku bullying di media sosial. Sebab, tidak sedikit orang tua yang membebaskan anak memakai gawai tanpa pengawasan ketat.

"Sebagian besar orang tua memberikan gawai karena kasih sayang, juga memudahkan aktivitas. Namun jika tidak disertai pengawasan, akan ada bahaya yang mengintai anak di balik pemakaian gadget," imbuh dia.

3. Kehadiran internet memicu munculnya kekerasan di media sosial

ANTARA FOTO

Akibat internet, terdapat 679 kasus kekerasan anak yang dilaporkan ke KPAI pada 2018.

Dia merinci dari 679 kasus, sebanyak 116 kasus anak menjadi korban kejahatan seksual online, 96 kasus anak menjadi pelaku kejahatan seksual online, 134 kasus anak menjadi korban pornografi dari media sosial, 112 kasus anak pelaku kepemilikan media pornografi, 109 kasus anak korban bullying di media sosial, dan 112 kasus anak pelaku bullying di media sosial.

4. Orang tua harus melek digital

IDN Times/Galih Panji Aksoro

Rita mengajak para orang tua dan guru agar lebih melek pada dunia digital, artinya tidak memberikan kebebasan penuh, tetapi juga mengawasi penggunaan gawai pada anak.

Untuk itu, saat ini KPAI sedang berupaya menggandeng Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk mengkaji pembatasan media digital pada anak.

"Bukan melarang, tapi bagaimana aturan penggunaan gadget, jadi kami juga akan meliterasi orang tua dan guru agar angka kekerasan anak di media sosial turun," tegas dia.

5. Eksistensi diri anak timbulkan hal negatif

Instagram/audreyjugabersalah

Selain melek media, dia mengajak orang tua agar mengendalikan anak saat menggunakan internet.

"Eksistensi diri anak di media sosial juga bisa menimbulkan hal negatif," papar dia.

"Selain itu, kekerasan tersebut juga timbul karena anak tidak punya referensi untuk menyelesaikan masalah dan susah mengendalikan emosi sehingga main labrak saja," lanjut Rita.

Editorial Team

EditorElfida