Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Sekjen Kemenag, Nizar Ali (Dok. Kemenag)

Jakarta, IDN Times - Sekjen Kementerian Agama (Kemenag), Nizar Ali mengatakan peristiwa bom bunuh diri di Polsek Astana Anyar, Kota Bandung, Jawa Barat harus menjadi perhatian semua pihak. Menurutnya, peristiwa bom bunuh diri sebagai pertanda ancaman nyata kelompok ekstrem masih ada.

"Karena ada di antara kita yang punya pemikiran, cara pandang esktrem mengabaikan martabat kemanusiaan. Kita tahu dalam agama, agama manapun pasti akan mengajarkan memanusiakan manusia," ujar Nizar Ali dalam acara Media Gathering Kementerian Agama secara virtual, Jumat (9/12/2022).

"Ini kok ada orang yang bom bunuh diri untuk membunuh orang. Ini mindset cara pandang yang menurut saya perlu diluruskan, salah satunya yang dengan moderasi beragama, ini sebuah gerakan yang masif Kementerian Agama untuk mencerdaskan," sambungnya.

 

1. Empat kriteria yang tak masuk moderasi beragama

Ilustrasi pemuka agama (ANTARA FOTO/Mohamad Hamzah)

Nizar Ali menjelaskan, ada 4 kriteria yang mencerminkan kelompok atau individu tak masuk dalam persepsi moderasi beragama. Pertama, individu yang tidak mencintai tanah air, bisa dianggap radikal.

"Apabila ada orang cinta tanah airnya itu minim, tentu ini masuk dalam tidak moderat atau radikal. Ada orang ingin mengganti ideologi negara dengan ideologi lain, khilafah, ini komitmen kebangsaannya perlu dipertanyakan karena komitmen kebangsaannya kurang," kata dia.

2. Orang tidak toleran

Dirjen Penyelenggara Haji dan Umrah Kemenag, Nizar (Dok. IDN Times/Kemenag)

Kedua, kata Nizar, orang yang tidak toleran. Menurutnya, orang yang tidak toleran tentu masuk dalam konteks ekstremis.

"Padahal, di dalam agama Islam tadi dicontohkan itu bagaimana ulama-ulama kita itu memberikan pembelajaran terhadap kita semua, tentang toleransi," kata dia.

3. Suka terhadap kekerasan

Ketua Tim Pengawas Internal Pelaksanaan Haji, Nizar Ali. (Dok. Kemenag).

Ketiga, perilaku yang suka kekerasan tidak masuk dalam persepsi moderasi beragama. Keempat, tidak mudah menyesuaikan tradisi lokal.

"Ada orang-orang yang tidak ramah terhadap tradisi lokal, maka dia masuk ke dalam konteks radikal. Maka program moderasi bragama dan toleransi dan 2022 ini direncanakan tahun toleransi," imbuhnya.

Editorial Team