Jakarta, IDN Times - Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) menepis kekhawatiran Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia, Sung Yong Kim soal pengesahan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang bakal mengancam iklim investasi di Tanah Air.
Kekhawatiran Dubes Sung itu terkait sejumlah pasal di KUHP baru yang mengatur mengenai ranah privat atau moralitas warga. Salah satu yang dikritisi oleh Dubes Sung yakni terkait pasal yang mengatur adanya ancaman pidana bagi pasangan yang tinggal satu atap tanpa ikatan pernikahan.
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Peraturan Perundang-Undangan (Plt Dirjen PP) Kemenkum HAM, Dhahana Putra mengatakan, kekhawatiran itu sama sekali tidak benar. Pasal yang dikritisi oleh Dubes Sung yakni pasal 412 dan 413 UU KUHP. Isinya mengancam pidana bagi setiap orang yang melakukan kumpul kebo.
"Ancaman itu baru bisa berlaku apabila ada pihak yang mengadukan atau dengan kata lain delik aduan. Adapun pihak yang berhak untuk mengadukan adalah suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan," ujar Dhahana dalam keterangan tertulis yang dikutip pada Rabu, (7/12/2022).
Sementara, bagi orang yang belum terikat perkawinan, maka praktik kumpul kebo dapat dilaporkan oleh orangtua atau anak. Ia menjelaskan pengaturan praktik tinggal bersama tanpa ikatan pernikahan ditujukan untuk menghormati lembaga perkawinan yang diatur di dalam UU nomor 1 tahun 1974.
"Sekaligus kami juga ingin tetap melindungi ruang privat masyarakat, sebagaimana ketentuan pasal 284 KUHP tentang perzinaan yang masih sah dan berlaku hingga saat ini," tutur dia lagi.
Lalu, apa jaminannya aparat penegak hukum yang menerapkan aturan di dalam KUHP tidak keliru menerjemahkannya?