Jakarta, IDN Times - Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laksana Tri Handoko menjelaskan peranan Megawati Soekarnoputri sebagai Ketua Dewan Pengarah di instansi pelat merah itu. Menurutnya, justru sudah sesuai bila Ketua Dewan Pengarah diisi sosok politikus dan bukan peneliti.
Laksana berharap, dengan keberadaan Mega di BRIN bisa membantu memuluskan urusan terkait anggaran di DPR.
"Kita (BRIN) pasti butuh dukungan lintas sektor. Tidak cukup bila dukungannya hanya dari komunitas periset, maka Dewan Pengarah itu tak diisi komunitas periset. Dia harus dari unsur politisi. Kan, kami urusan tiap tahun menyangkut anggaran harus ke DPR," ungkap Laksana blak-blakan di sesi pertemuan terbatas dengan para pemimpin redaksi secara hybrid, Selasa 4 Januari 2022.
"Kalau DPR gak setuju (untuk naikan anggaran), mau apa?" katanya lagi.
Ia berharap dengan adanya dukungan politik dari partai penguasa, BRIN bisa fokus bekerja dan menghasilkan riset terbaik. "Kan siapa lagi yang bisa dukung? Dan memang presiden yang punya concern terhadap IPTEK itu ya Pak BJ Habibie dan Bu Mega," tutur dia.
Laksana saat ini menjadi salah satu orang yang tengah menjadi sorotan komunitas peneliti. Salah satunya lantaran ia tak bersedia mengakomodir para peneliti non-PNS agar bisa bekerja di BRIN. Hal itu berdampak pada pemberhentian 71 peneliti non-PNS di Lembaga Biomolekuler Eijkman.
BRIN juga menjadi sorotan lantaran menjadi induk dari enam instansi penelitian dan 74 unit penelitian dan pengembangan di berbagai kementerian serta lembaga. Peleburan semua lembaga penelitian ke BRIN ini merupakan tindak lanjut dari Perpres Nomor 78 Tahun 2021.
Lalu, seberapa besar peran Mega di dalam BRIN? Mengapa keberadaan Mega justru ditentang oleh para peneliti dan cendikiawan?