Jakarta, IDN Times - Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri mengungkap modus para tersangka dalam kasus pembobolan satu rekening dormant BNI Jawa Barat Rp204 miliar di luar jam operasional bank.
Dirtipideksus Bareskrim Polri Brigjen Helfi Assegaf di Bareskrim mengatakan, para tersangka melakukan pengancaman kepada kepala cabang pembantu. Mereka mengaku sebagai Satgas Perampasan Aset dari sebuah lembaga kepada kepada cabang pembantu.
“Jaringan sindikat pembobol selaku tim eksekutor memaksa Kepala Cabang menyerahkan user ID aplikasi core banking system milik teller dan kepala cabang serta apabila tidak mau melaksanakan akan terancam keselamatan kepala cabang tersebut beserta seluruh keluarganya,” ujar Helfi di Bareskrim Polri, Kamis (25/9/2025).
Pada akhir Juni 2025, jaringan sindikat pembobol bank selaku eksekutor dan Kepala Cabang BNI Jawa Barat, Andy Pribadi alias AP (50) bersepakat untuk melakukan eksekusi pemindahan dana rekening dormant pada pukul 18.00 WIB setelah jam operasional.
Andy kemudian menyerahkan user ID aplikasi core banking system milik teller dan kepala cabang kepada salah satu eksekutor yang merupakan eks teller bank, Nida Ardiani Thaher (36). Nida melakukan akses ilegal terhadap aplikasi dengan melakukan pemindahan dana secara in-absentia senilai Rp204 miliar yang dibagi ke lima rekening penampungan.
“Pihak bank menemukan adanya transaksi mencurigakan dan melaporkan kepada Bareskrim Polri. Atas adanya laporan tersebut penyidik Subdit 2 Perbankan Dittipideksus Bareskrim Polri dengan PPATK melakukan penelusuran dan pemblokiran terhadap Harta Kekayaan hasil kejahatan,” ujar Helfi.
Dari hasil penyidikan, Bareskrim berhasil menyelamatkan seluruh dana yang ditransaksikan dengan total Rp204 miliar dan menetapkan sembilan orang tersangka yang terbagi dalam tiga klaster.
Pada klaster pertama, yakni pelaku karyawan bank. Mereka adalah Andy Pribadi alias AP (50) selaku kepala cabang wilayah Jabar yang berperan memberikan akses ke aplikasi core banking system kepada pelaku pembobol bank untuk melakukan transaksi pemindahan dana secara inabsentia atau tanpa kehadiran fisik nasabah.
Kemudian, Galih Rahadyan Hanarusumo alias GRH (43) sebagai Consumer Relation Manager BNI yang berperan sebagai penghubung antara kelompok jaringan sindikat pembobol bank dan kepala cabang pembantu.
Klaster kedua yaitu pelaku pembobol bank yang terdiri dari lima orang. Mereka adalah Candy alias Ken (41) selaku master mind atau aktor utama dari kegiatan pemindahan dana dan mengaku sebagai Satgas Perampasan Aset yang menjalankan tugas negara secara rahasia.
Kedua, Dana Rinaldy (44) yang berperan sebagai konsultan hukum untuk melindungi kelompok pelaku pembobolan bank serta aktif didalam perencanaan eksekusi pemindahan dana secara inabsentia.
Ketiga, Nida Ardiani Thaher (36) yang merupakan eks pegawai bank yang melakukan akses illegal aplikasi core banking system dan melakukan pemidahbukuan secara inabsentia ke sejumlah rekening penampungan.
Keempat, Raharjo (51) berperan sebagai mediator yang bertugas mencari dan mengenalkan kepala cabang kepada pelaku pembobol bank dan menerima aliran dana hasil kejahatan.
Kelima, Tony Tjoa (38) berperan sebagai fasilitator keuangan ilegal yang bertugas mengelola uang hasil kejahatan dan menerima aliran dana hasil kejahatan.
Klaster ketiga yakni pelaku pencucian uang yang terdiri dari Dwi Hartono (39) dengan peran sebagai pihak yang bekerjasama dengan pelaku pembobolan bank untuk melakukan pembukaan blokir rekening dan memindahkan dana terblokir.
Selanjutnya, Ipin Suryana (60) berperan sebagai pihak yang bekerjasama dengan pelaku pembobolan bank yang menyiapkan rekening penampungan dan menerima uang hasil kejahatan.
“Dari sembilan pelaku di atas terdapat dua orang tersangka inisial C alias K dan DH sebagai sindikat jaringan pembobolan dana nasabah yang menargetkan rekening dormant yang juga terlibat dalam kasus penculikan terhadap Kepala Cabang Bank BRI Cabang Cempaka Putih inisial MIP yang saat ini ditangani oleh Ditreskrimum Polda Metro Jaya,” kata Helfi.