JAKARTA, Indonesia —Penerapan hukuman mati tidak terbukti mampu menurunkan tingkat kejahatan, khususnya tindak pidana narkotika. Menurut Direktur Eksekutif Amnesti Internasional Indonesia Usman Hamid, jumlah kasus kejahatan terkait narkotika cenderung terus melonjak. Padahal, pemerintah rutin mengeksekusi mati para terpidana kasus narkotika dalam beberapa tahun terakhir.
“Klaim Indonesia bahwa mengeksekusi mati terpidana narkoba efektif dianggap tidak berdasar. Tidak ada bukti yang menerangkan bahwa hukuman mati adalah media pencegah kejahatan. Dari data BNN (Badan Narkotika Nasional) jumlah kasusnya semakin meningkat, bahkan ketika pemerintah telah mengambil garis keras dengan mengeksekusi terpidana karena kejahatan narkoba,” ujar Usman dalam konferensi pers di Kantor Amnesty Internasional Indonesia, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis, 12 April.
Pada 2016 misalnya, Indonesia mengeksekusi mati empat terpidana narkoba. Saat itu, tercatat ada 807 kasus tindak pidana narkotika, naik dari tahun sebelumnya yang hanya 638 kasus. Pada 2017, jumlah kasus tindak pidana malah meroket hingga 57 kali lipat dari tahun 2016, atau sebanyak 4.6537 kasus. “Seharusnya menurun, tetapi sayangnya justru meningkat secara signifikan,” imbuhnya.
Hingga kini, ada belasan jenis tindak pidana yang dijerat dengan hukuman mati di Indonesia. Selain kasus narkotika, hukuman mati juga diterapkan untuk kasus kejahatan terencana, terorisme dan kasus korupsi. Di sisi lain, tren global justru menunjukkan makin banyak negara di dunia yang menghapuskan hukuman mati, baik di sisi praktek maupun aturan.
“Pada akhir 2017, 106 negara telah menghapuskan hukuman mati dari peraturan perundang-undangan untuk semua jenis kejahatan dan 142 negara telah menghapuskan hukuman mati pada perundang-undangan dan praktek di lapangan,” jelas Usman.