Kerusuhan Berdarah di Mako Brimob

JAKARTA, Indonesia—Drama kerusuhan berdarah di rumah tahanan (Rutan) Mako Brimob, Depok, Jawa Barat, yang menewaskan 5 personel kepolisian dan satu narapidana berakhir. Setelah negosiasi panjang, 155 narapidana yang sempat menguasai rutan cabang Salemba Mako Brimob menyerahkan diri, Kamis dini hari, 10 Mei 2018.
"Sisa teroris masih ada sepuluh. Aparat keamanan melaksanakan serbuan di lokasi mereka. Tadi kita dengar bunyi tembakan dan bom. Lengkap sebanyak 155 teroris menyerah kepada aparat kepolisian Republik Indonesia," ujar Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto saat memberikan keterangan pers di Mako Brimob, Depok.
Dalam operasi tersebut, aparat kepolisian sempat terlibat baku tembak dengan 10 napi teroris yang memutuskan bertahan di rutan meskipun 145 napi lainnya sudah lebih dulu 'mengangkat bendera putih'. "Kita berikan ultimatum. Pagi ini batas waktu yang ditentukan, maka sebelum fajar, mereka menyerah tanpa syarat. Sepuluh melawan," ujar Wiranto.
Namun perlawanan itu tak berlangsung lama. Setelah terdesak, 10 napi yang tersisa pun membuang senjata. Pascaoperasi, polisi mengamankan sejumlah bom rakitan dan meledakkannya pada sekira pukul 07.00 WIB. Sebanyak 145 tahanan dipindahkan ke LP Nusakambangan sedangkan sisanya masih diamankan di Mako Brimob.
Sebelumnya, lewat serangkaian negosiasi yang alot, tim negosiator Polri berhasil membebaskan Brigadir Iwan Sarjana yang disandera para napi sejak Selasa malam, 8 Mei 2018. Saat dibebaskan pada Kamis sekira pukul 24.00 WIB, Iwan keluar dari Mako Brimob dengan luka lebam di kepala dan beberapa bagian tubuhnya. Saat ini, Iwan telah dibawa ke Rumah Sakit Polri untuk dirawat.
Nasib Iwan jauh lebih baik daripada rekan-rekannya. Dalam peristiwa tersebut, lima rekan Iwan tewas mengenaskan. Penyidik Densus 88 Polri Briptu Fandi Setio misalnya, diketemukan meregang nyawa dengan luka gorok di lehernya. Luka gorok dan luka tembak juga ditemukan pada jenazah Briptu Catur Pamungkas.
“Silakan rekan-rekan media menyimpulkan sendiri, apakah ini perbuatan manusiawi atau tidak,” ujar Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Muhammad Iqbal dalam konferensi pers di Gedung Korps Sabhara Baharkam Polri Direktorat Polisi Satwa, Jalan Komjen Pol M Jasin, Kota Depok, Rabu malam, 9 Mei 2018.
Klaim IS
Durasi total drama penyanderaan berdarah di Mako Brimob itu mencapai 40 jam. Di sela-sela penyanderaan, Amaq News Agency, kantor berita organisasi teroris global Islamic State (IS), mengklaim IS sebagai dalang dari kerusuhan tersebut. Namun, Iqbal menepisnya. Menurut dia, kerusuhan dipicu hal sepele, yakni persoalan makanan tahanan. "Sampai saat ini insiden itu hanya dipicu permasalahan makan,” ujar dia.
Kadiv Humas Polri Irjen Setyo Wasisto menjelaskan duduk persoalannya secara lebih rinci. Ia mengatakan, keributan dipicu oleh Wawan, tersangka kasus Bom Pandawa. Wawan mengamuk karena makanan yang dititip keluarganya ke Mako Brimob tidak sampai kepadanya.
“Katanya nitip ke Pak Budi (petugas). Pak Budi sedang tidak tugas atau sedang keluar, jadi dicari-cari enggak ada. Dia bikin ribut, goyang-goyang, si Wawan (menanyakan) mana titipan makanannya. Ribut, ribut, sehingga memicu yang lain," ujar Setyo.
Pada sore dan malam harinya, tahanan lainnya ikut-ikutan mengamuk dan menjebol terali sel. Mereka kemudian menyerang penjaga yang sedang berpatroli di blok tahanan dan berhasil merampas senjata api milik petugas. "Ada (napi) yang bawa senjata tajam juga. Di dalam mungkin sudah disiapin,” imbuh Setyo.
Namun, Wakapolri Komjen Syafruddin menegaskan, senjata tajam diperoleh napi dari hasil merusak sel tahanan dan rutan. “Senjata dia dapat dari mana-mana, kan dia jebol ini ke mana-mana. Dia dapat kaca dipecahkan, dia dapat besi, dia dapat apa, ini kan dijebol semua," kata Syafruddin di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, seperti dikutip Detik.com.