IDN Times/ ilyas listianto mujib
Menyinggung soal debat capres, Uni Lubis kembali 'menjebak' Sandiaga dengan menanyakan behind the scene saat Sandiaga memijit pundak Prabowo. "Ada kan Pak Prabowo kelihatan emosi, kemudian Cawapresnya mijit-mijitin. Itu sambil ngomong apa ya kalau boleh tahu?" tanya Uni, sambil mesam-mesem.
"Saya bilang, 'tarik napas', 'wuuusaaah'," jawab Sandi seraya menganggukan kepalanya.
"Saya gak bicara apa-apa, saya cuma tepuk-tepuk, karena kita berdiri 2 jam, hampir 2,5 jam, udah hampir di penghujung debat. Beliau usianya sudah hampir 70 tahun, pasti lelah ya. Pak Ma'ruf juga lelah, saya, Pak Jokowi, juga pasti lelah juga," kata Sandiaga.
"Jadi saya inisiatif saja memberikan pijat di pundaknya supaya menurunkan tensi sekaligus memberikan semangat. Tapi pada intinya kami berdua ya seperti itu. Saya kalau ketemu dia panggil bapak, dia panggil saya mas Sandi. Tapi biasanya kalau sudah ketemua tiga sampai empat menit kita udah kayak temen," lanjut Sandi.
Kurang puas dengan pertanyaan-pertanyaan jebakan sebelumnya, Uni Lubis kembali menanyakan soal kebiasaan Prabowo yang kerap memarahi wartawan.
"Pernah dimarahi Pak Prabowo, gak? Sama wartawan lebih dari satu kali marah. Terus kalau pidato kan... 'hueh!'" tanya Uni sambil mengepalkan tangan kanannya ke atas.
"Saya ini salah satu orang yang... saya pernah ya lihat dia marah ke saya itu gak pernah, karena tentunya ada alasan orang itu marah. Saya juga suka marah, tapi kita bagaimana mengekspresikan kan lain-lain. Pak Prabowo itu menurut saya sosok yang merepresentasi, mungkin millennial melihat sebagai sosok-sosok yang, mungkin bisa dibilang zaman old, tapi pada intinya ini generasi yang betul-betul merasakan kecintaannya pada RI," jawab Sandiaga.
Meski demikian, Sandiaga mengklaim, kaum millennial tidak semuanya menginginkan gaya kepemimpinan kekinian. Karena ada juga yang berharap sosok pemimpin seperti Prabowo Subianto.
"Jadi berbeda saja melihatnya dan semua orang punya preferensi masing-masing. Millennial sekarang ada yang suka tipe kepemimpinan yang berbeda dengan yang dulu, tapi ada juga yang suka sosok seperti Pak Prabowo, dan menurut data kami, figur itu juga menentukan," kata dia.
Pertanyaan lain soal alasan utama Sandi pensiun selamanya dari dunia bisnis, setelah masuk dunia politik, yang diutarakan Nanda. Sandiaga menjelaskan alasan terkuat adalah kekhawatiran adanya konflik kepentingan.
"Waktu saya di DKI saja saya merasakan, alangkah sulitnya menentukan pilihan, belum dengan orang-orang sekitar kita. Apalagi dengan kita. Kalau kita punya kepentingan, akhirnya akan sulit. Makanya keputusan itu bener-bener saya pikirkan di 2015. Kalau saya mau masuk politik, publik, gak bisa, saya harus tinggalkan bisnis," jawab Sandiaga.
Sandiaga lantas menceritakan kisahnya membangun bisnis mulai dari awal yang hanya mempekerjakan tiga orang sebagai perusahaan konsultan keuangan, hingga akhirnya menjadi perusahaan investasi yang mempekerjakan 30 ribu karyawan di seluruh wilayah Tanah Air.
"Tuhan sudah memberikan segalanya pada saya. Sekarang saatnya saya berkontribusi balik, caranya bagaimana? Dengan kiprahnya saya di politik dan berbagi kepada millennial, kepada anak muda, bahwa masa depan negeri ini penuh dengan potensi, optimisme," ujar dia.
Karena itu, Sandiaga menyarankan kepada generasi millennial, agar menjadi pemain, bukan sebagai penonton di negeri sendiri. Dia ingin agar anak muda turut membangun negeri ini mencari solusi masalah-masalah yang ada seperti memproduksi pangan, agar tidak mengimpor dari negeri lain.
"Negara yang kaya raya ini masa mengimpor beras?" ujar Sandiaga.
"Tapi kita tidak bisa 100 persen tidak mengimpor," kata Uni Lubis.
"Oh, gak bisa, Kita harus terbuka. Tapi kan kita punya kemampuan untuk memproduksi. Kalau kita bisa memproduksi kita gak usah mengimpor beras dan gula," kata Sandiaga.
"Jadi apa problemnya?" tanya Uni.
"Kita harus punya pemerintahan yang kuat, dengan pemimpin yang tegas, untuk memastikan sumber-sumber produksi ini bisa dikelola dengan baik. Nah, salah satunya adalah peran dari entrpreneurship. Saya ingin pengusaha kita sukses, saya ingin millennial-preneur. Millennial harus mampu menjadikan Indonesia menang," kata Sandi.
"Tetep ya ujungnya, masuk Pak Eko," sindir Uni pada Sandiaga, yang bernada kampanye hingga disambut tawa hadirin.
Menjawab pertanyaan lain yang tak kalah menarik, adalah soal rendahnya tingkat baca kalangan millennial. Menurut Sandiaga untuk meningkatkan literasi di Indonesia adalah membudayakan membaca sejak dini.
"Saya punya tiga anak, tantangan saya sendiri juga ingin membiasakan mereka membaca. Membaca mereka kan bukan lagi memakai buku, tapi iPad atau teknologi terkini. Itu yang perlu keteladanan dari pimpinan ke bawah, bahwa membaca itu important. Saya tidak akan melewatkan kunjungan saya ke daerah tanpa membaca buku. Karena kita tidak akan meningkatkan wawasan, nah, to lead is give example. Genarasi ke depan gak akan maju kalau gak membaca," kata Sandiaga.
Untuk membuktikan Sandiaga terkait kebiasaan membacanya itu, Uni pun menanyakan kepada Sandiaga, kapan buku terakhir dibaca sekaligus pengarangnya. Sandi pun berhasil menjawab dengan benar, meski sedikit gugup hingga lupa menjawab pertanyaan berikutnya. Hadirin pun tertawa.
"Ini lebih seru daripada melihat debat capres yang membaca catatan, kan?" gurau Uni.
"Oh, menurut saya itu gak seru. Saya mendorong [debat capres] ke depan gak usah dikasih kisi-kisi jawaban. Bebas aja, lebih enak, lebih natural. Karena kalau dikasih kisi-kisi, tim nyiapin, disiapin jawaban," kata Sandiaga.
"Salah ambil kertas [contekan]," celetuk Uni, yang diamini Sandiaga.
"Masih ada empat debat lagi, millennial ngomong, ke depan gak perlu lagi ada kisi-kisi jawaban. Bicara dari hati dan pikiran. Itu yang ditunggu rakyat Indonesia menurut saya," kata Sandi.
Terkait pertanyaan parlemen dan eksekutif, menurut Sandiaga, millennial harus masuk sebagai politisi di parlemen atau eksekutif melalui rekruitmen ASN, untuk memperjuangkan atau mengubah bangsa ini.
"Dan ke depan harus hati-hati, kalau kemudian apa yang menjadi tren
di sini (Indonesia Millennial Report 2019), kepala daerah, parlemen baca ini, karena ini menjadi referensi kita. Seperti apa bonus demografi kita di 2030, jangan-jangan begitu bonus demografi kita selesai, kita belum mentransformasi bangsa kita, ekonomi kita, terlambat," kata Sandiaga.
Meski sudah terjun ke dunia politik, terkadang Sandiaga masih belum percaya. Karena dunia usaha dengan politik sangat berbeda. Politik perubahannya sangat cepat.
"Di bisnis mencoba memastikan sesuatu yang lebih predictable, kalau di politik semakin unpredictable semakin menarik. Itu yang kadang-kadang saya masih harus bertransformasi," ujar dia.
Sebelum menutup diskusi ini, Sandiaga berpesan kepada millennial bahwa Indonesia akan menjadi negara yang hebat. Karena itu, generasi millennial harus menjadi pemain dan mengambil peran, khususnya di bidang ekonomi.
"Menjadi entrepreneur sukses, peluang itu banyak. Bisnis di bidang pangan, pakaian, energi, new technology, jadi terima kasih sudah diundang di sini," kata pria bernama lengkap Sandiaga Salahuddin Uno itu.
Tapi rupayanya Uni Lubis belum puas dengan pertanyaan soal debat capres pada 17 Januari lalu, di mana kubu Prabowo-Sandiaga cukup kalah telak perihal kuota kepemimpinan perempuan. Sebab di Kabinet Kerja Jokowi-Jusuf Kalla saat ini ada sembilan menteri perempuan.
"Saya mau tanya, kalau 02 menang, berapa perempuan yang akan ada di kabinet?" tanya Uni.
"Base on merit tentunya, saya ingin kader-kader terbaik, karena saya punya anak perempuan dua. Saya ingin mereka mendapat kesempatan yang sama. Saya sekarang lihat di dunia dunia usaha perempaun sudah menempati posisi tinggi, kita juga lihat di zamannya Presiden Jokowi, kita perlu apresiasi bahwa ada perempuan-perempuan yang terwakili di sana," kata Sandi.
Sandiaga berjanji jika pasangan Prabowo-Sandiaga menang pada Pilpres 2019, akan ada lebih banyak lagi jumlah keterwakilan perempuan dari kabinet sekarang ini.
"Saya jamin di bawah Pabowo-Sandi, kita harus meningkatkan peran perempuan dan harus lebih banyak dari sekarang. Dicatat ya, harus lebih banyak output, jangan dia ditunjuk karena kedekatannya dengan partai politik. Yang ada sekarang ini saya lihat bagus-bagus semua, saya kenal mereka, kita ubah dunia, karena kita punya perempuan-perempuan yang akan mengubah Indonesia," tutup Sandiaga.
Sebelum meninggalkan lokasi acara, Founder & CEO IDN Media Winston Utomo menyerahkan secara simbolis laporan hasil survei tentang millennial, Indonesia Millennial Report 2019, kepada Sandiaga.