Belum. Ya secara laboratorium mau 7G juga bisa. Begini, 5G itu kita harus melihat dia teknologi yang memberikan bagi kita layanan 20 kali lebih cepat daripada 4G katakan. Nah Anda mau bayar 5 kali atau 10 kali lebih mahal gak? Artinya pada umumnya orang Indonesia kan, “Yah kecepatan 20 kali sih 20 kali, tapi kalau bayar 5 kali gue mikir dulu 2-3 kali”.
Jadi balik lagi pada model bisnis. Kalau consumer market yang individual kayak kita masing-masing, model bisnisnya belum ada karena daya beli masyarakat, keinginan masyarakat untuk membayar masih rendah.
Tetapi kalau untuk pasar korporasi, pasar bisnis mungkin itu pasar yang bagus. Karena apa? Karena pasar korporasi dia bebannya naik, cost-nya naik, tapi selama menghasilkan lebih banyak lagi ya gak ada masalah.
Kalau kita lihat Korea yang mengimplementasi 5G, mereka fokusnya juga korporasi. Ke bisnis market. Saya bicara sama Jepang juga. Jepang meluncurkan 5G tahun depan 2020. Saya tanya model bisnisnya seperti apa, karena kita tuan rumah olimpiade. Ya saya yakin Tiongkok juga karena Tiongkok memproduksi 5G, di-banned sama Amerika ya harus dijual dalam negeri kan cepat, kan gitu.
Jadi bukan saya katakan kita tidak mau 5G, tapi kita tidak terburu-buru, kita tidak kebelet 5G. Dan lagi ini kan dikaitkan dengan perang dagang dan teknologi dan sebagainya. Lebih baik kita fokus bagaimana melakukan uji coba functionality test pada 5G ini agar pada saatnya kita mau deploy nanti kita sudah tahu functionality berjalan baik atau tidak.
Karena frekuensi makin tinggi. Kalau frekuensi makin tinggi, jumlah BTS makin banyak. Kalau BTS makin banyak, ongkos nya makin tinggi investasinya. Kalau investasinya makin tinggi balik modal, harganya harus lebih tinggi. Mau gak bayar lebih tinggi.