Suasana pameran (IDN Times/Irfan Fathurohman)
Pameran mengena karya para pengungsi yang diselenggarakan di Cecemuwe Cafe berlangsung pada 31 Januari hingga 2 Februari 2020. Pameran ini menampilkan 72 karya lukis dan fotografi hasil olah artistik 27 seniman.
Pameran berawal dari ruang kelas di Roshan Learning Center, sekolah independen terbuka bagi anak-anak pengungsi. Katrina Wardhana yang menginisiasi proyek bersama sekolah menjadi salah satu pengajar kelas menggambar.
Menggandeng fotografer Chris Bunjamin, mereka memberikan ruang bagi anak-anak untuk mengekspresikan pikiran dan imajinasi. Art for Refuge yang dikuratori Alia Swatika bertujuan mengapresiasi talenta para pengungsi dan meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap isu tersebut.
"Dalam pameran, adik-adik pengungsi sebagai pendatang melihat Jakarta lewat cara berbeda," kata salah satu panitia pameran, Belyn.
Menurutnya, pameran menjadi upaya melihat kasus pengungsi dan migran dalam konteks Indonesia dengan segala persoalan sosial dan politik. Belyn menilai, isu pengungsi bukan lagi mengenai negara, tetapi membangun mimpi bersama.
"Pameran itu menjadi wadah berbagi kisah inspiratif melalui seni," ujarnya.
Konsep penting dalam gagasan artistik pameran adalah displacement: sebuah diskontinuitas atas narasi dan ruang. Dalam proses diskusi dengan para seniman, pembacaan yang tak lazim atas ruang akan mendorong lahirnya imajinasi yang baru atas sebuah tempat dan waktu, yang bisa berpindah dan dipertukarkan.
Narasi tentang keluarga yang saling terpisah, persahabatan baru yang terbentuk dalam ruang baru, perasaan dekat atas sebuah kota seperti Jakarta, semua berbaur menjadi cerita yang puitis dalam ruangan kelas Roshan.
"Ruang belajar bukan sekedar tempat untuk duduk dan mendengarkan guru, lebih dari itu, ruang belajar menjadi harapan baru yang dipupuk dan disemai ulang," tuturnya.
Associate External Relations UNHCR Indonesia Mitra Samila Suryono berharap, pameran mendorong masyarakat membantu dan tidak menutup diri terhadap pengungsi.
Menurutnya, bagian penting dalam pameran yaitu menampilkan ruang kelas belajar di Roshan Learning Center. Salah satunya kelas seni yang menjadi ruang bagi anak-anak pengungsi membayangkan hidup mereka secara bebas.
Pameran juga menampilkan karya dari beberapa seniman yang telah bekerja atau mempunyai ketertarikan dengan isu-isu tentang pengungsi, terutama seniman dari Afghanistan yang lama di Indonesia. Beberapa nama yang terlibat yaitu Mella Jaarsma, kelompok sambunghambar, Mes 56, Amin Taasha, dan Mumtaz.