Tenaga medis tetap mengenakan APD saat solat dan beristirahat (Dok. Instagram @bimaaryasugiarto)
Karantina pun dilakukan untuk pasien dan petugas medis. Dokter Hayati beserta 14 petugas rumah sakit berada di sebuah guest house untuk menjalani karantina.
"Terpukul, stress, depresi, marah campur aduk jadi satu. Inilah jalan yang harus ditempuh. Mau tidak mau, Allah telah memilih kami menjadi salah satu dari pejuang melawan corona," ungkap Hayati, pilu.
Pada hari ke-5 masa karantina, seorang dokter anestesi mengeluh demam, batuk, dan sesak napas. Usianya memang yang paling tua, ditambah penyakit diabetes menjadikan dia yang paling rentan.
"Dokter A diperiksa dan di-swab, dirawat di ruang isolasi. Keadaannya memburuk. Begitu yang kudengar. Keadaan ini tentu saja membuat kami bertambah stress, menangis, bahkan ada yang tidak mau makan dan mengurung diri di kamar," tulis Hayati.
"Kita harus kuat, harus makan makanan bergizi, minum vitamin, dan olahraga. Kita tingkatkan daya tahan tubuh kita. Kita lawan COVID-19 bersama-sama. Sehat lahir dan batin, itu yang kita perlukan. Semangat itu kukobarkan agar menular pada yang lain, tidak boleh pesimis. Sebab ada keluarga yang menanti di rumah," lanjut dia.
Hayati optimis bisa melalui wabah virus corona ini dengan selamat dan berbahagia, agar kembali berkumpul bersama keluarga tercinta.