Berkecimpung hampir 20 tahun di kepemiluan membuat dia seringkali merasakan kekecewaan. Pasalnya, ia kerap mendapat cercaan dan keraguan terkait lembaga yang dipimpinnya.
"Saya di Perludem sering dapat cercaan, pertanyaan seperti massanya emang berapa ? Punya berapa orang pendukung gitu. Sinisme seperti itu, belum lagi isu bahwa Perludem memperjuangkan nilai-nilai barat membawa pesan asing, kita disebut anti parpol, padahal sama sekali tidak antipartai dan yakin bahwa partai politik adalah instrumen demokrasi yang dibutuhkan keberadaannya, bahkan harus diperkuat untuk memastikan dia bisa menjalankan fungsinya," katanya.
Selain itu, sebagai seorang perempuan, gagasannya kerap diragukan. Menurutnya, perlu perjuangan ekstra bagi perempuan agar gagasan dapat diterima tanpa keraguan.
"Diskriminasi terbesar itu ketika orang-orang tidak langsung percaya kepada gagasan dan apa yang saya sampaikan sampai merasa perlu ikhtiar dan perlu upaya yang lebih ekstra dibanding laki-laki untuk bisa meyakinkan gagasan ide-ide atau pemikiran yang saya miliki," kata dia.
Namun, sinisme dan keraguan yang ia alami berhasil ia patahkan. Beragam penghargaan dalam kepemiluan berhasil ia raih di antaranya Perempuan Penggerak Perubahan dari change.org, Penghargaan Anggana Nisita Andhesthi dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Republik Indonesia sebagai perempuan penggerak politik keterwakilan perempuan (2014).
Adapun untuk Perludem di bawah kepemimpinannya berhasil meraih Silver Award (Second Prize) dari The Third Annual Open Government Awards yang diberikan di Paris, Perancis.
"Saya bekerja karena kecintaan dan komitmen kita pada demokrasi dan penguatan kedaulatan rakyat."