KRI Teuku Umar-385 melakukan peran muka belakang usai mengikuti upacara Operasi Siaga Tempur Laut Natuna 2020 di Pelabuhan Pangkalan TNI AL Ranai, Natuna, Kepulauan Riau. (ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat)
Pemerintah Tiongkok, menurut PBNU, secara sepihak telah mengklaim berhak atas Kepulauan Nansha atau Spratly yang masuk dalam nine dash line atau sembilan garis putus-putus pertama kali pada peta 1947.
Klaim sepihak ini disebut-sebut sempat menjadi pangkal sengketa puluhan tahun yang melibatkan sejumlah negara seperti Malaysia, Filipina, Vietnam, Taiwan, dan Brunei Darussalam.
Filipina sebelumnya telah memperkarakan Tiongkok atas tindakannya yang agresif di perairan Laut Selatan China pada 2013. Pengadilan Arbitrase PBB yang berpusat di Den Haag pada 2016, akhirnya memutuskan seluruh klaim teritorial Tiongkok atas Laut Selatan China tidak memiliki dasar hukum, termasuk konsep nine dash line dinyatakan bertentangan dengan UNCLOS. Namun keputusan tersebut ditolak Beijing.
PBNU menyatakan diri mendukung sikap tegas pemerintah Indonesia terhadap Tiongkok, dalam hal ini yang telah dilakukan Menteri Luar Negeri dan Badan Keamanan Laut (Bakamla). Termasuk dalam hal mengusir dan menenggelamkan kapal-kapal asing yang melakukan aktivitas illegal, unreported, unregulated fishing (IUUF) di seluruh perairan Indonesia sebagai manifestasi dari Archipelagic State Principle yang dimandatakan Deklarasi Djuanda 13 Desember 1957.