Jakarta, IDN Times - Di tengah upaya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan kinerja pemberantasan rasuah, justru kasus lama yang muncul di tahun 2017 menjadi perhatian publik. Penyebabnya, 9 media yang berkolaborasi dalam Indonesia Leaks kompak menurunkan tulisan berjudul "Skandal Perusakan Buku Merah" pada Senin (8/10). Di dalam laporan itu, tertulis investigasi lanjutan mengenai upaya perusakan barang bukti yang dilakukan oleh dua mantan penyidik lembaga anti rasuah yang berasal dari institusi kepolisian.
Dua penyidik itu diketahui bernama Roland Ronaldy dan Harun. Semula, masa tugas Harun dan Roland di KPK baru berakhir 2019. Tetapi, keduanya justru dikembalikan ke kepolisian pada tahun 2017 lalu. Hal itu diduga sebagai sanksi lantaran telah merusak barang bukti untuk kasus suap oleh pengusaha Basuki Hariman.
Roland dan Harun terekam kamera pengawas di lantai 9 gedung KPK dan menyobek catatan keuangan yang terdapat di buku merah tersebut. Di situ, terdapat detail catatan dan riwayat aliran dana dari Basuki ke beberapa pejabat. Ada 68 catatan transaksi yang diduga merupakan suap kepada beberapa orang termasuk pejabat di Bea Cukai, Balai Karantina, institusi kepolisian, TNI hingga Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara.
Salah satu nama yang disebut cukup sering di buku catatan itu adalah Tito Karnavian yang ketika itu masih menjabat sebagai Kapolda Metro Jaya. Nominal suap yang diduga diterima antara Rp 200 juta hingga Rp 1 miliar.
Koalisi masyarakat sipil pun mendesak agar lembaga antirasuah mengusut tuntas semua pelaku tindak kejahatan yang terlibat. Beranikah KPK mengusut kasus yang melibatkan polisi?