Jakarta, IDN Times - Koalisi Masyarakat Sipil Reformasi untuk Sektor Keamanan mendesak Panglima TNI, Jenderal Agus Subiyanto untuk menghentikan rencana penambahan 22 Komando Daerah Militer (Kodam) baru. Rencana penambahan 22 Kodam baru itu disampaikan oleh Agus di rapat pimpinan jajaran TNI pada 28 Februari 2024 di Mabes TNI Cilangkap, Jakarta Timur. Pernyataan senada juga pernah disampaikan oleh Menteri Pertahanan Prabowo Subianto.
Koalisi yang terdiri dari sejumlah LSM seperti Imparsial, Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Public Virtue hingga KotraS, menilai penambahan 22 Kodam baru itu menyiratkan adanya sebuah kehendak untuk melanggengkan politik dan pengaruh militer. Khususnya matra darat di dalam kehidupan politik dan keamanan dalam negeri.
"Ini seperti di zaman Orde Baru. Alih-alih memperkuat peran TNI dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya sebagai alat pertahanan negara, prajurit TNI akan lebih banyak disibukan mengurusi persoalan politik, sosial masyarakat dan isu keamanan dalam negeri," demikian kata mereka di dalam pernyataan tertulis dan dikutip pada Senin (4/3/2024).
"Padahal, prajurit TNI harus fokus dalam menghadapi ancaman eksternal dari negara lain. Dengan semakin menguatnya Komando Teritorial (Koter), ruang dan kecenderungan bagi militer untuk berpolitik menjadi tinggi," tutur koalisi masyarakat sipil.
Selain itu, kata mereka, dulu agenda reformasi TNI 1998 telah mengamanatkan kepada pemerintah dan DPR untuk merestrukturisasi komando teritorial. Komando itu merujuk kepada keberadaan Kodam hingga Koramil (Komando Rayon Militer) di level paling bawah. Di era reformasi, disepakati bahwa peran sosial-politik ABRI atau TNI dihapus.
"Berdasarkan pengalaman historis di era Orba, ABRI atau TNI lebih berfungsi sebagai alat politik kekuasaan bukan untuk pertahanan negara," kata mereka lagi.