Anggota Komisi III DPR, Hinca Panjaitan. (IDN Times/istimewa).
Lebih jauh, Hinca berpendapat, yang terjadi saat ini seperti negara dalam negara karena masing-masing institusi punya peraturannya sendiri.
Misalnya, Polri memiliki Peraturan Kapolri (Perkap), Mahkamah Agung punya Surat Edaran MA (SEMA) dan Peraturan Mahkamah Agung (Perma), serta Jaksa punya Peraturan Jaksa Agung (Perja). Akan tetapi, semua jenis peraturan ini juga dipaksa berlaku bagi seluruh lapisan masyarakat.
"Artinya KUHAP kita bolongnya banyak banget. Kalau KUHAP itu undang-undang berlaku untuk kita semua, Perpol berlaku untuk polisi, tapi dipaksa berlaku untuk kita, PerJA itu berlaku untuk jaksa, tapi dipaksa berlaku untuk kita, PerMA dan SEMA berlaku untuk mereka, tapi dipaksa berlaku," kata dia.
Hinca mengatakan, semua tata aturan yang ada dalam Perpol, Perkap, Perja, SeMA, dan PerMA norma hukumnya akan dirangkum dalam satu undang-undang yaitu KUHAP.
"Ini negara dalam negara, dan ini tidak baik, harus kita akhiri. Tetapi lesson learned mereka ini, itulah yang mau kita kumpulkan semua menjadi norma-norma hukum yang dimasukkan ke KUHAP. Begitu juga lah advokat," imbuh dia.
Hinca mengatakan, RUU KUHAP juga akan mengatur batas waktu dalam memproses hukum seseorang yang diduga terlibat dalam kasus pidana.
Dia mengatakan, sekali penegak hukum menduga ada suatu perbuatan pidana di sana, maka mereka harus betul-betul bisa mempertanggung jawabkannya.
"Jadi sekali start, nggak boleh mundur. Maka kami akan mengatur batas waktu. Kalau saya sebut di Tanjung Priok ada dwelling time, ini juga harus ada dwelling time. Misal, kalau 20 hari nggak selesai, batal demi hukum. Supaya ada right yang seimbang dong," kata dia.
"Apalagi kau tahan. Coba kau mulai ditahan. Sampai nanti ke pengadilan, kalau sampai ancaman 7 tahun, 180 hari seorang tersangka baru berjumpa hakim. Padahal kilometer 0 keadilan, bukan di tangan polisi, bukan di tangan jaksa, tapi di tangan palu hakim," imbuh dia.