Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Mantan Kadiv Propam Polri, Ferdy Sambo, bersama istrinya, Putri Candrawathi, saat reka adegan pembunuhan Brigadir J (IDN Times / Irfan Faturrohman)
Mantan Kadiv Propam Polri, Ferdy Sambo, bersama istrinya, Putri Candrawathi, saat reka adegan pembunuhan Brigadir J (IDN Times / Irfan Faturrohman)

Jakarta, IDN Times - Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik mengungkapkan, berdasarkan temuan faktual, kasus pembunuhan Brigadir J merupakan tindakan extra judicial killing yang berlatar belakang adanya dugaan kekerasan seksual. 

Peristiwa pembunuhan yang terjadi tidak dapat dijelaskan secara detail, karena terdapat banyak hambatan yaitu adanya berbagai tindakan obstruction of justice yang dilakukan oleh berbagai pihak.

Taufan mengatakan, dua hal ini mengunci pasal yang menjerat para pelaku pembunuhan ini, yakni Pasal 340 KUHP.

"Makanya Komnas HAM, dibaca baik-baik rekomendasinya, extra judicial killing dan obstruction of justice itu, kalau orang memahami persis konsepsi hak asasi manusia, itu mengunci Pasal 340," kata dia, di kantor Kemenko Polhukam, Senin (12/9/2022).

1. Extra judicial killing, melanggar hak untuk hidup

Tangan Ferdy Sambo diikat saat tiba di rumah dinasnya di Duren Tiga, untuk rekonstruksi pembunuhan Brigadir J. (IDN TImes/Irfan Fathurahman)

Perlu diketahui, extra judicial killing adalah pembunuhan terhadap
seseorang tanpa proses peradilan atau diluar proses hukum, dan merupakan pelanggaran terhadap hak yang paling mendasar yaitu hak untuk hidup. 

Sedangkan obstruction of justice dapat diartikan sebagai tindak pidana menghalangi proses hukum.

2. Sulit bagi pelaku utama lolos dari hukuman maksimal

Ferdy Sambo melakukan adegan rekonstruksi penembakan Brigadir J di lokasi kejadian pada Selasa (30/8/2022). (youtube.com/Polri TV Radio)

Jeratan Pasal 340 KUHP  tindak pembunuhan berencana dalam kasus ini, kata Taufan, nantinya saat dilimpahkan ke pengadilan, sulit bagi pelaku utama lolos dari hukuman maksimal.

"Artinya, terduga (pelaku) yang sebentar lagi akan maju ke pengadilan, maka kami berharap akan melalui prinsip-prinsip fair trial," kata dia.

3. Rekomendasi Komnas HAM tak memiliki kekuatan hukum yang mengikat

Konferensi pers Komnas HAM soal peristiwa polisi tembak polisi yang menewaskan Brigadir J, di kantor Komnas HAM, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (27/7/2022). (dok. Humas Komnas HAM)

Taufan mengungkapkan bahwa dalam kasus ini, Menko Polhukam Mahfud MD mengatakan, laporan yang disampaikan oleh Komnas HAM tidak bersifat pro justitia atau memiliki kekuatan hukum yang mengikat.

Mahfud menyerahkan pada penyidik di tim khusus Polri untuk menindaklanjuti apakah tindakan kekerasan seksual tersebut terjadi atau tidak.

"Jadi silakanlah Polri menggunakan apa yang menjadi mandat mereka, wewenang mereka sebagai penyidik berdasarkan laporan yang dibuat oleh Komnas HAM, silakan saja, kami kan sudah sampaikan," kata dia.

Editorial Team