Jakarta, IDN Times - Komisioner Mediasi Komnas HAM, Prabianto Mukti Wibowo, mengatakan upaya pengosongan Pulau Rempang tidak disetop sementara, meski mendapat penolakan dan sorotan luas publik. Itu merupakan salah satu temuannya ketika Komnas HAM turun ke lapangan dan melakukan investigasi secara langsung ke Kampung Sembulang, Pulau Rempang, pekan lalu.
"Kampung Sembulang ini menjadi titik prioritas relokasi pertama. Karena di situ akan dibangun sebuah industri pengolahan pasir kuarsa untuk pembuatan solar cell. Ini yang menjadi pokok masalah karena warga diberikan tenggat waktu pada 28 September ini. Mereka harus pindah dari lokasi yang ditempati secara turun temurun, ratusan tahun yang lalu," ungkap Prabianto kepada media di Jakarta pada Kamis (21/9/2023).
Klaim warga sudah menghuni area itu, dijelaskannya, selama puluhan hingga ratusan tahun dibuktikan lewat artefak yang ditemukan di lapangan. Contoh artefak yang ditemukan mulai dari makam kuno sejak masa pendudukan Jepang hingga Melayu kuno.
Dia menyatakan semua warga di Kampung Sembulang menolak direlokasi ke tempat lain. Namun, rumah yang disiapkan oleh Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (BP) Batam hingga kini belum dibangun. Selama menunggu rumah tersebut rampung, maka warga diminta bermukim sementara waktu di rumah susun di Batam.
Prabianto menjelaskan warga tidak menolak pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN). "Justru yang dimasalahkan mengapa mereka harus dipindahkan setelah mereka hidup secara damai di kawasan tersebut," tutur dia.
Di sisi lain, kata Prabianto, BP Batam dan Polresta Galang Rempang, sosialisasi yang dilakukan kepada masyarakat sangat minim. "Sosialisasi itu baru dilakukan dua kali dan dalam jangka waktu yang pendek," ujarnya.
Apakah Komnas HAM menemukan indikasi adanya pelanggaran HAM dalam peristiwa konflik agraria di Rempang?