Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Anggota Kompolnas, M. Choirul Anam. (www.komnasham.go.id)

Jakarta, IDN Times - Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Muhammad Choirul Anam, mendorong Polri agar tidak hanya memproses dugaan pelanggaran etik 18 personel yang terlibat pemerasan warga negara asing (WNA) di konser Djakarta Warehouse Project (DWP), Jakarta Pusat.

Berdasarkan pengalamannya ketika di Komnas HAM, aksi pemerasan tersebut juga masuk kategori tindak pidana. Peristiwa pemerasan terhadap 45 WNA yang dilakukan aparat penegak hukum dianggap telah mencoreng nama Indonesia di internasional. 

"Ini menjadi pertanyaan publik dan juga Kompolnas. Apakah bila ditemukan dugaan tindak pidana, maka akan ditindak lanjuti? Kami yakin Polri akan menindaklanjuti itu. Sepanjang pengalaman kami di Kompolnas, kasus-kasus semacam ini, dugaannya memang ada tindak pidana," ujar Anam ketika dihubungi, Kamis (26/12/2024). 

Anam pun meyakini Kapolri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo dan Kabareskrim, Komjen (Pol) Wahyu Widada, akan menindaklanjuti temuan dugaan tindak pidana dalam aksi pemerasan terhadap puluhan warga negara asing itu. 

Anam menjelaskan Polri bisa menyatakan jumlah korban pemerasan mencapai 45 WNA dari tes pemeriksaan urine secara acak, yang dilakukan personel Polri ketika konser DWP berlangsung. 

"Angka 45 WN Malaysia itu didapat bukan karena mereka melapor. Tetapi diperoleh dari satu pendekatan rekam jejak tes kesehatan, termasuk tes urine. Sedangkan yang melapor dengan bantuan dari Kedutaan Malaysia di Jakarta ada dua Laporan Polisi (LP)," katanya. 

Total kerugian dari pemerasan yang dilakukan belasan personel Polri itu mencapai Rp2,5 miliar. 

1. Kompolnas sebut ada klaster pelaku pemerasan terhadap turis asing di DWP

DWP (instagram.com/djakartawarehouseproject)

Lebih lanjut, Anam menjelaskan, secara garis besar terdapat dua struktur pembagian peran dalam aksi pemerasan itu. Klaster pertama, kata dia, merupakan pihak yang memberi perintah pemerasan.

"Biar agak membuka sedikit. Kalau pertanyaannya siapa pelakunya? Ada struktur yang memang bisa menggerakkan orang," ujar dia. 

Sementara klaster kedua, terdiri dari para pelaku yang bertugas melakukan pemerasan terhadap korban di lapangan. Ia mengatakan nantinya pemberian sanksi yang akan dilakukan Divisi Propam Polri akan disesuaikan dengan peran masing-masing pelaku dalam klaster tersebut.

"Struktur pertanggungjawaban jadi sangat penting dalam konteks peristiwa ini. Siapa yang akan bertanggung jawab dan siapa yang akan mendapatkan sanksi. Yang paling bertanggung jawab dan paling substansial dalam peristiwa tersebut, ya dia harus mendapatkan hukuman yang paling berat," katanya.

2. Sidang kode etik bagi 18 personel Polri yang terlibat aksi pemerasan digelar pekan depan

Editorial Team

Tonton lebih seru di