Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Anggota Polri, Riko (32) saat memberi kesaksian di sidang pepanggaran HAM Paniai Papua di Makassar, Rabu (28/9/2022). (Dahrul Amri/IDN Times Sulsel)

Jakarta, IDN Times - Pengadilan HAM Paniai 2014 yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Makassar terus mengupayakan keadilan di tengah berbagai polemik yang terjadi. Sejumlah catatan dikemukakan oleh Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) lewat analisis hukum.

Salah satu yang disoroti adalah penilaian pada ketidakseriusan negara yang diduga hanya menjalankan formalitas tentang pengangkatan kasus ini ke ranah hukum dan pengadilan HAM.

"Ketidakseriusan negara beserta perangkatnya yang terbukti dari berbagai kejanggalan yang kami temukan, baik dalam persiapan hingga selama pengadilan berlangsung, memperlihatkan bahwa Pengadilan HAM Paniai hanya formalitas belaka," kata Kepala Divisi Pemantauan Impunitas KontraS, Tioria Pretty, pada awak media di kawasan Jakarta Pusat, Kamis (3/11/2022) malam.

1. Berulang kekecewaan pada tiga pengadilan HAM sebelumnya

Kepala Divisi Pemantauan Impunitas KontraS, Tioria Pretty Stephanie (kiri) dan Wakil Koordinator, Rivanlee Anandar (kanan) dalam diskusi dengan media di Cikini, Jakarta Pusat, Kamis (3/11/2022) (IDN Times/Lia Hutasoit)

Pretty mengatakan, ketidakseriusan negara jelas akan berdampak pada putusan pengadilan yang lagi-lagi tak berpihak pada keadilan bagi korban dan keluarga korban 

"Pada akhirnya, kekecewaan seperti tiga Pengadilan HAM yang pernah terlaksana sebelumnya akan terulang kembali," ujarnya.

2. Khawatir peradilan Paniai jadi tolak ukur pengadilan HAM ad hoc lain

Suasana sidang lanjutan kasus pelanggaran HAM berat di Paniai Papua 2014 di Pengadilan Negeri Makassar, Kamis (6/10/2022). (Dahrul Amri/IDN Times Sulsel)

KontraS bahkan menilai bahwa peradilan dalam kasus ini dikhawatirkan jadi tolak ukur penanganan kasus pengadilan HAM lain yang ada di Indonesia.

"Itu kenapa kami konsen dari sebelum seleksi bahkan hakim, sampai sebelum sidang, masa sidang, dan menjelang putusan, serta mencari berbagai macam angle untuk menemukan formula terbaik pengadilan HAM supaya bisa menutupi tiga pengadilan di awal sampai hari ini dan ke depannya jauh lebih baik," kata Wakil Koordinator KontraS, Rivanlee Anandar, dalam kesempatan yang sama.

"Khawatirnya, kalau ke depan itu pengadilan HAM cuma jadi formalitas. Dari kasus Paniai ini menunjukkan kalau pengadilan HAM ad hoc yang didorong selama ini ternyata gak jauh beda dengan keadilan pidana biasa," ujarnya.

3. Kekhawatiran pada penetapan satu terdakwa saja

Suasana sidang lanjutan pemeriksaan saksi di sidang HAM Paniai digelar Pengadilan Negeri Makassar, Kamis (27/10/2022). (Dahrul Amri/IDN Times Sulsel)

Satu kekhawatiran lainnya adalah dengan hanya adanya satu terdakwa yakni Mayor Inf. (Purn.) Isak Sattu dan tidak ada pelaku sesungguhnya yang bertanggungjawab atas peristiwa Paniai dihukum.

Tragedi Paniai terjadi pada 8 Desember 2014. Sebanyak empat orang tewas ditembak dan 21 lainnya terluka ketika warga melakukan aksi protes terkait pengeroyokan aparat TNI terhadap kelompok pemuda sehari sebelumnya.

Editorial Team