Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi kekerasan (IDN Times/Aditya Pratama)

Intinya sih...

  • Korban kekerasan seksual disabilitas Mataram berani buka suara dan mendapat dukungan psikologis dari KemenPPPA.
  • Polda NTB tangani kasus ini dengan langkah khusus karena pelaku disabilitas, termasuk tahanan rumahan.
  • Kementerian hadirkan ahli termasuk lie detector untuk pembuktian perkara dalam proses hukum kasus ini.

Jakarta, IDN Times - Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), Ratna Susianawati mengapresiasi keberanian korban dugaan kekerasan seksual oleh pria disabilitas asal Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB) yang berani speak up atau buka suara soal kasus yang menimpanya. Pihaknya juga sudah memberikan fasilitas pemulihan pada korban.

"Kemudian yang terpenting korban, kita mengapresiasi korban yang berani speak up dan kita juga memberikan apa namanya, dukungan psikologis kepada korban untuk dia mendapatkan pemulihan awal lah ya karena kasus ini kan memberikan dampak, dampak psikis ya, itu yang kita lakukan," kata dia saat dikonfirmasi Rabu (4/12/2024) malam.

1. Penanganan yang berbeda pada IWAS

Media Talk di KemenPPPA, Jumat (29/11/2024) (IDN Times/Lia Hutasoit)

Dugaan kasus kekerasan seksual dilakukan oleh IWAS (21) laki-laki asal Mataram, NTB. Ratna mengatakan sudah ada aksi cepat untuk menanggapi kasus ini, termasuk langkah khusus yang dilakukan dalam proses hukum yang ada karena IWS adalah orang dengan disabilitas.

"Saat ini kasus ini sudah ditangani oleh Polda NTB saat ini. Pelaku, karena penyandang disabilitas tentunya penanganannya pun juga berbeda ya dikenakan seperti tahanan rumahan lah kalau ini ya, karena penyandang disabilitas kan," kata dia.

2. Kerahkan ahli termasuk jika perlu lie detector

Rapat Koordinasi Nasional Pencegahan dan Penanganan Pornografi, Rabu (9/10/2024) di Jakarta (dok. KemenPPPA)

Ratna mengatakan, pihaknya menghadirkan sejumlah ahli untuk pembuktian perkara saat proses penyidikan ataupun penyidikan hingga mungkin nanti di pengadilan. Dia juga buka suara soal narasi yang ada terkait penyalahan kepada korban hingga ketidakpercayaan publik pada kasus ini.

Ratna mengatakan hal itu nanti akan dibuktikan dari berbagai sudut pandang termasuk dari para ahli.

"Inikan sematanya, disekarang ini kan kita terutama kepolisian masih bekerja keras untuk itu dari sudut pandang misalnya ahli, apa namanya nanti ada kriminolog misalnya, psikiaternya, kita lihat, kemudian ahli pidananya, kita lihat, kalau perlu lie direktektor, misalnya ini yang terus kita lakukan lah supaya kita juga mendapatkan kebenaran objektif, itu ya," katanya.

3. IWAS sudah ditetapkan jadi tersangka

ilustrasi borgol (IDN Times/Mardya Shakti)

Dalam catatan Ratna ada lima korban perempuan usia 18-19 tahun dalam kasus dugaan kekerasan seksual oleh IWAS pria dengan disabilitas asal Mataram, NTB.

"Kemarin sih yang dari catatan awal itu 5 ya, usia antara 18 sampai 19 tahun. Sementara yang kita dapatkan itu ya, yang kita dapatkan informasinya. Tapi tim akan bekerja terus untuk mengurai, untuk mendapatkan, itu tadi kebenaran objektif," katanya.

IWAS sudah ditetapkan ja tersangka dalam kasus pemerkosaan terhadap mahasiswi berinisial MA di sebuah homestay di Mataram, NTB. Penetapan ini atas dua alat bukti dan keterangan ahli.

Modus tersangka IWAS sebagai penyandang disabilitas tunadaksa dalam melakukan perbuatan pidana asusila MA. IWAS disebut mengandalkan komunikasi verbal yang bisa mempengaruhi sikap dan psikologi korban.

Editorial Team