Jakarta, IDN Times - Pengamat penerbangan, Alvin Lie, menilai gugatan keluarga korban Sriwijaya Air SJY-182 terhadap Boeing yang akan atau sudah diajukan ke pengadilan di Amerika Serikat, ibarat berjudi. Tak semua gugatan serta merta langsung dikabulkan oleh majelis hakim. Bahkan, bila bukti-bukti yang diajukan tidak kuat bisa jadi Boeing justru dapat mengajukan gugatan balik.
Pernyataan Alvin itu mengomentari gugatan yang dilayangkan oleh firma hukum asal Chicago, Amerika Serikat, Wisner pada 25 Januari 2021 lalu. Dalam keterangan tertulis, Wisner mengatakan gugatan itu sudah diajukan ke Pengadilan Circuit Cook County, Illinois. Di sana merupakan kantor pusat Boeing.
Wisner yang mewakili tiga keluarga korban menulis di dalam gugatannya pesawat rute Jakarta - Pontianak itu bisa jatuh pada 9 Januari 2021 lalu, karena ada kerusakan pada autothrottle. Alat itu mengalami kegagalan fungsi sehingga mengakibatkan perbedaan daya yang diberikan ke mesin. Alhasil, pilot menjadi hilang kendali.
Selain itu, rusaknya throttle otomatis itu juga menyebabkan mesin katup pengecekan udara tahap kelima menjadi bocor dan korosi. Tapi, dalam pandangan Alvin, alasan throttle otomatis yang diajukan ke Boeing justru mudah untuk dipatahkan.
"Sebab, belum ada laporan awal dari KNKT juga. Dua, throttle itu kan sama seperti kita menggunakan sistem otomatis di mobil, ada kendalinya. Seandainya alat kontrol ngaco ya sudah matikan saja. Itu bukan mandatory item. Kalau ada ya bagus gak apa-apa," tutur Alvin yang dihubungi oleh IDN Times, Senin (8/2/2021).
Pria yang juga menjabat sebagai anggota Ombudsman itu menyebut, sebagian besar gugatan tersebut akan diselesaikan di luar pengadilan dan mencapai kesepakatan tertentu mengenai ganti rugi. Mengapa proses hukum itu tak dapat diselesaikan di dalam pengadilan?