KPK Bantah Berniat Hapus Penyidik dari Unsur Polri

Jakarta, IDN Times - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membantah ke depan tidak akan membuka peluang bagi personel Polri bertugas di institusi antirasuah tersebut. Pernyataan itu disampaikan oleh Wakil Ketua KPK, Laode M. Syarif untuk menepis surat terbuka yang dikirimkan oleh penyidik dari unsur Polri yang sebelumnya pernah bertugas di KPK.
Surat yang dikirim pada akhir April dan setebal 8 lembar itu dikirimkan ke Ketua KPK, Agus Rahardjo. Surat tersebut ditanda tangani oleh Brigjen (Pol) Erwanto Kurniadi. IDN Times sudah mengonfirmasi surat itu kepada seorang penegak hukum dan dibenarkan dokumen tersebut memang ada.
Erwanto mewakili 97 personel Polri yang sebelumnya pernah ditugaskan di KPK. Di dalamnya termasuk Brigjen (Pol) Aris Budiman yang pernah duduk sebagai Direktur Penyidikan dan membuat heboh dengan hadir di dalam rapat hak angket di DPR.
Surat itu dikirimkan ke pimpinan KPK untuk merespons petisi yang dibuat oleh para penyidik yang direkrut oleh lembaga antirasuah secara internal. Petisi yang dikirim pada akhir Maret itu berisi keluhan dari para penyidik internal soal kesulitan mereka dalam memproses kasus-kasus besar yang dijuluki "big fish". Mereka menduga pangkal permasalahan ada di atasan mereka yaitu Deputi Penindakan yang kini dijabat oleh Irjen (Pol) Firli.
Sementara, para personel Polri menegaskan di dalam surat itu bahwa KPK dibentuk bukan sebagai lembaga yang eksklusif.
"Akan tetapi KPK adalah lembaga yang kelak menjadi trigger mechanism bagi terwujudnya lembaga-lembaga yang bersih dan bebas dari korupsi. Namun, dengan adanya upaya 'pembersihan' penyidik Polri dari lembaga tersebut dan digantikan dengan penyidik-penyidik internal yang diangkat tanpa tes dan hanya didik selama satu bulan, semakin menunjukkan bahwa KPK tidak berniat untuk menjadi lembaga sebagaimana yang diamanatkan oleh Undang-Undang," demikian isi surat yang dibaca oleh IDN Times pada Sabtu (4/5).
Surat yang ditujukan kepada Ketua KPK itu ditengarai semakin memperuncing konflik internal yang terjadi di dalam tubuh lembaga antirasuah. Lalu, apa respons pimpinan KPK terhadap tuduhan ini?
1. Pimpinan KPK menegaskan sampai kapan pun tidak akan menghapus penyidik dari Polri
Tidak bisa dipungkiri ketika baru berdiri di tahun 2002 lalu, KPK belum memiliki penyidik yang direkrut secara mandiri. Oleh sebab itu, mereka merekrut penyidik dari Polri yang sudah memiliki pengalaman di bidang penyelidikan dan penyidikan yang lebih mumpuni.
Kemudian, perlahan-lahan KPK mulai merekrut penyidik secara mandiri. Data yang disampaikan oleh juru bicara KPK, Febri Diansyah per tahun 2019 jumlah penyidik yang direkrut secara mandiri mencapai 63 orang. Angka itu sudah termasuk 24 penyidik baru yang sebelumnya direkrut sebagai penyelidik. Sementara, penyidik dari unsur kepolisian mencapai 50 orang.
Kalimat "pembersihan penyidik dari unsur Polri", menurut Erwanto, muncul dari surat terbuka yang pernah dialamatkan oleh penyidik internal polisi ke pimpinan KPK. Menurut mereka, kalimat itu disampaikan oleh Wakil Ketua KPK, Laode M. Syarif.
"Yang terhormat pimpinan KPK, menjadi pertanyaan saya melalui surat ini, apakah benar yang dikatakan oleh Bapak Laode yang mengatakan ingin menghilangkan seluruh penyidik Polri di direktorat KPK seperti yang tertulis di dalam surat terbuka yang ditulis oleh adik-adik kami?," tanya mereka di surat setebal 8 lembar itu.
Pertanyaan itu tegas dibantah oleh Syarif. Ia mengaku belum membaca surat yang ditanda tangani oleh sekitar 97 personel Polri yang pernah bertugas di KPK.
"Tidak ada niatan dari KPK untuk menghilangkan semua penyidik Polri. Tidak ada," kata pria yang pernah menjadi aktivis lingkungan tersebut pada Jumat malam (3/5).
Syarif pun tidak membantah kontribusi yang telah diberikan oleh penyidik dari unsur kepolisian selama bertugas di KPK.
"Jadi, kami semua bekerja dengan penyidik dari Polri dan kejaksaan," kata dia lagi.
2. KPK menilai isu pembersihan penyidik dari unsur Polri tidak substansial
Sementara, juru bicara KPK, Febri Diansyah meminta publik tidak terpancing terhadap isu yang kini berkembang di internal lembaga antirasuah. Senada dengan Syarif, Febri turut membantah ada rencana dari pihak KPK untuk membersihkan penyidik dari unsur kepolisian. Menurut Febri, berbahaya apabila isu tersebut terus dikembangkan.
"Secara institusional, KPK, Polri, dan kejaksaan adalah institusi penegak hukum yang harus bekerja sama dalam upaya pemberantasan korupsi. Sebaiknya kita menghindari upaya dari pihak-pihak tertentu yang mencoba membenturkan antar institusi penegak hukum," kata Febri yang ditemui di gedung KPK pada Jumat malam (3/5).
Ia menjelaskan sejauh ini penyidik di KPK terdiri dari tiga unsur yakni pegawai yang dipekerjakan secara tetap berjumlah 63 orang, pegawi negeri dari unsur kepolisian 50 orang dan pegawai negeri yang dipekerjakan di KPK (PPNS) mencapai 5 orang. Angka ini akan terus bertambah karena KPK masih memproses untuk merekrut PNYD untuk posisi penyidik muda dan penuntut umum.
Febri menyebut ada 7 calon penuntut umum dari unsur kejaksaan dan 19 calon penyidik muda dari Polri.
3. KPK menilai membenturkan antar institusi penegak hukum malah bisa membahayakan upaya pemberantasan korupsi
Di tempat yang sama, Febri kembali mengingatkan agar tidak membenturkan antar institusi penegak hukum melalui isu ini. Sebab, ujung-ujungnya hal itu bisa berdampak ke upaya pemberantasan korupsi. Rumor tersebut tidak bisa ditampik malah memperuncing polarisasi di antara kelompok penyidik yang sudah lama terbentuk.
"Tidak ada gunanya membenturkan antar institusi penegak hukum karena itu akan merugikan upaya pemberantasan korupsi," kata Febri.
Ia pun menjelaskan lembaga antirasuah memiliki kewenangan untuk mengangkat sendiri para pegawainya. Hal itu sesuai dengan aturan yang ada di dalam UU dan putusan dari Mahkamah Konstitusi. Kalau pun memang ada perbedaan pendapat terkait hal tersebut, Febri mengaku tidak mempermasalahkannya.
"Konteks ini perlu clear, agar kita bisa bekerja lebih dengan substansial yang ada dan pencegahan," tutur dia lagi.
4. Nasib Deputi Penindakan masih terus diperiksa oleh Pengawas Internal
Lalu, bagaimana dengan nasib Deputi Penindakan Irjen (Pol) Firli yang kini tengah diperiksa oleh Pengawas Internal? Santer beredar informasi, Pengawas Internal telah memberi rekomendasi kepada pimpinan KPK agar segera memulangkan Firli kembali ke Mabes Polri.
Firli sebelumnya telah diperiksa oleh Deputi Pengawas Internal karena bermain tenis dengan mantan Gubernur Nusa Tenggara Barat, Muhammad Zainul Madji atau yang akrab disapa TGB. Permasalahan muncul ketika KPK justru tengah menyelidik TGB soal dugaan adanya korupsi dalam divestasi PT Newmont. Nama Firli turut disebut sebagai dalang dari sulitnya memproses kasus-kasus besar. Hal itu tertulis di dalam petisi terbuka yang ditanda tangani oleh para penyidik dan penyelidik yang direkrut secara mandiri.
Namun, menurut Ketua KPK, Agus Rahardjo, belum ada putusan terkait nasib Firli. Ia mengatakan masih memberi waktu kepada Deputi Pengawas Internal selama 10 hari untuk memeriksa Firli.
"Kemarin ada rapim (rapat pimpinan). Rapim itu kemudian memutuskan (Irjen Firli) itu diperiksa, dilakukan pemeriksaan oleh Deputi Pengawas Internal. Kemudian KPK memberikan 10 hari kepada Deputi Pengawas Internal," ujar Agus pada Selasa (30/4).
Apakah ini menunjukkan kegamangan pimpinan KPK dalam mengambil keputusan, guys? Gimana menurut kalian?