Jakarta, IDN Times - Di tengah terpidana kasus suap Irman Gusman menanti putusan dari Mahkamah Agung terkait peninjauan kembali (PK), tiba-tiba muncul informasi yang menyebut putusan dari majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) keliru. Apalagi kemudian, sempat digelar diskusi publik bertajuk "Eksaminasi Terhadap Putusan Perkara Irman Gusman” pada Selasa (12/2) oleh Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI).
Diskusi itu sempat digelar beberapa kali di lebih dari satu kota. Ketika digelar di Jakarta, salah satu tokoh yang berbicara adalah Fahri Hamzah. Di hadapan mahasiswa, tamu dan media yang hadir, Fahri mengatakan dengan lantang, Irman adalah korban dari konspirasi.
"Ada pengintipan yang terus-menerus dan para pengintip mendapat kesempatan untuk menjebak atau membuat beliau dalam situasi layak dijadikan tersangka," kata Fahri melalui video yang diputar pekan lalu.
Ia mengatakan perkara yang menjerat koleganya itu tidak layak terulang. Ia menilai peristiwa itu bisa memicu penegak hukum untuk melakukan segala cara dalam melakukan penindakan.
"Satu perkara (yang sebenarnya) tidak layak dilanjutkan, tapi dilanjutkan. Sistem membenarkan segala cara, tujuan menghalalkan segala cara itu lah yang merusak KPK dan merusak sistem kita," kata politisi yang sedang berseteru dengan PKS itu.
Hal itu ditambah dengan beberapa media yang dianggap keliru mengutip pernyataan dua pakar yang pernah ikut berbicara dalam diskusi mengenai eksaminasi terhadap putusan perkara Irman Gusman. Dua pakar yang keliru dikutip adalah peneliti politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro dan guru besar hukum pidana di Universitas Gadjah Mada, Edward Omar Sharif Hiariej.
Siti ditulis mengatakan ada politisasi hukum dalam penanganan kasus Irman Gusman. Sedangkan, Edward ditulis menyebut Irman tidak bersalah namun tetap dihukum oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Lalu, bagaimana klarifikasi dari Edward dan Siti?