Jakarta, IDN Times - "Penyerangan terhadap saya adalah penyerangan yang sengaja tidak diungkap," demikian kata penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan di gedung antirasuah pada Kamis (1/11) kemarin.
Kalimat itu ia sampaikan kembali ke publik setelah teror air keras yang menimpa dirinya sudah berlalu selama 500 hari. Hingga, memasuki hari ke 503 pun, belum ada titik terang dari kepolisian. Baik siapa aktor lapangan yang menyiram penyidik berusia 40 tahun itu dengan air keras atau otak di balik teror tersebut.
Kekecewaan pun semakin bertambah ketika pimpinan tempatnya bekerja mengindikasikan sikap pasrah terhadap penyelidikan sementara yang dilakukan oleh kepolisian. Dalam pandangan Novel, kelima pimpinan di dua pekan pertama, sempat bersemangat untuk mendukung dibentuknya Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF). Namun, sesudah itu, sikap mereka berubah.
Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang, pada November 2017 lalu meragukan efektivitas dari TGPF tersebut. Berkaca kepada TGPF kasus lainnya, tim itu tidak mampu menemukan fakta baru untuk menindak lanjuti kasusnya.
"Kalau mau membuat tim seperti itu, saya berpandangan, apakah itu efisien dan efektif?," tanya Saut ketika itu.
Ia pun memilih tetap menyerahkannya kepada polisi dan menunggu perkembangan penyelidikan kasusnya. Hanya saja yang menjadi masalah, hingga kini tidak ada perkembangan terkait kasus tersebut. Namun, menurut Saut, bukan berarti polisi tidak bekerja, sebab kasus teror terhadap Novel memang sulit.
Wakil Ketua KPK yang lain, Alexander Marwata pada Kamis kemarin turut berpendapat serupa. Bahkan, ia menyebut hingga hari ke-1.000, ia dan pimpinan KPK lain tetap menunggu agar kasus Novel tetap diungkap. Lalu, haruskah ditunggu selama itu? Apa komentar Istana mengenai kasus Novel yang belum berhasil diungkap? Apalagi Jokowi sempat menjanjikan akan mempertimbangkan TGPF seandainya Kapolri Jenderal (Pol) Tito Karnavian angkat tangan dalam pengungkapan kasusnya.