Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Sumber gambar: aktual.com
Sumber gambar: aktual.com

Hari ini, Selasa (10/5) Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok diperiksa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait pembahasan dua rancangan peraturan daerah (raperda) mengenai reklamasi. Status Ahok sebagai saksi. Ahok siap dicecar sejumlah hal terkait kasus suap di balik pembahasan raperda tersebut.

Dilansir Kompas.com, penyidik KPK ingin mengetahui sejumlah hal yang diketahui Ahok terkait pembahasan raperda tersebut. Salah satunya mengenai latar belakang penetapan kontribusi tambahan yang tercantum dalam salah satu raperda. Selain itu, Ahok juga akan diperiksa tentang latar belakang penetapan besaran kontribusi dan perizinan reklamasi yang dikeluarkan selama dia menjabat.

Sebelumnya, sejumlah anak buah Ahok turut diperiksa sebagai saksi dari lingkungan Pemprov DKI Jakarta. Mereka diantaranya Kepala Bappeda Tuty Kusumawati dan Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Heru Budi Hartono. Tidak hanya itu saja, penyidik KPK juga telah memeriksa sejumlah pihak dari DPRD DKI seperti M Taufik selaku Ketua Badan Legislasi Daerah dan Ketua DPRD DKI Prasetyo Edi Marsudi.

Dalam kasus ini, penyidik KPK telah menjerat tiga orang tersangka. Orang yang pertama adalah M Sanusi selaku Ketua Komisi D DPRD DKI. Dia diduga menerima suap dari salah satu pihak perusahaan pengembang yaitu PT Agung Podomoro Land (PT APLN). Dua tersangka selanjutnya yaitu pemberi suap, Presiden Direktur PT APLN Ariesman Widjaja dan anak buahnya, Trinanda Prihantoro.

Ahok penuhi panggilan KPK.

Hari ini, Ahok datang ke gedung KPK Jakarta sekitar pukul 09.35 WIB. Ahok tidak banyak bicara dan langsung masuk ke ruang tunggu saksi KPK ditemani beberapa stafnya. Hasil akhir pemeriksaan akan menentukan apakah status Ahok akan tetap sebagai saksi atau naik kelas.

KPK terus melakukan pendalaman kasus raperda reklamasi.

KPK tengah mendalami peran pihak lain dalam kasus ini. KPK menduga M Sanusi tidak bermain sendirian untuk memainkan pembahasan dua raperda tersebut. KPK menaruh kecurigaan tentang pembahasan raperda yang terindikasi adanya permainan tersebut. Alasannya adalah dua raperda tentang reklamasi itu telah diserahkan oleh Ahok ke DPRD DKI pada 23 April 2015. Saat itu, namanya adalah Raperda Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Tahun 2015-2035. Namun nyatanya, setahun telah berlalu, raperda tak juga disahkan.

Informasi yang didapat dari seorang pejabat tinggi di KPK, sebenarnya suap kepada anggota DPRD DKI diberikan dengan motif yang sangat sederhana yaitu supaya sidang pembahasan raperda tidak kunjung kuorum. Sebabnya, ada perbedaan mendasar antara Gubernur DKI Jakarta dengan DPRD terkait jumlah kewajiban yang harus dibayarkan pengembang. Ahok ingin para pengembang menyetor kewajiban 15 persen dari nilai NJOP, sedangkan DPRD hanya menyetujui agar pengembang menyetor lima persen saja.

Editorial Team

EditorRizal