Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
(IDN Times/Irfan Fathurohman)
(IDN Times/Irfan Fathurohman)

Jakarta, IDN Times - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil kakak bos MNC Group sekaligus Ketua Umum Perindo Hary Tanoesoedibjo, Bambang Rudijanto Tanoesoedibjo. Komisaris PT Dosni Roha Logistik itu akan diperiksa KPK sebagai saksi dugaan korupsi bantuan sosial beras program keluarga harapan (PKH) 2020-2021.

"Tim Penyidik menjadwalkan pemanggilan dan pemeriksaan saksi," ujar Juru Bicara KPK Ali Fikri, Rabu (6/12/2023).

1. KPK juga periksa eks Sekretaris Ditjen Pemberdayaan Kemensos

Juru Bicara KPK Ali Fikri (IDN Times/Aryodamar)

Selain itu, KPK juga memanggil empat saksi lainnya. Mereka adalah Kanisius Jerry Tengker (Direktur Utama PT Dosni Roha Logistik), Faisal Harris (Wiraswasta), dan Bambang Sugeng (eks Sekretaris DItjen Pemberdayaan Kementerian Sosial).

"Pemeriksaa hari ini bertempat di Gedung Merah Putih," Rabu (6/12/2023).

2. Ada enam tersangka dalam kasus ini

Tiga Tersangka Korupsi Bansos PKH Kementerian Sosial ditahan KPK (IDN Times/Aryodamar)

Diketahui, KPK telah menetapkan enam tersangka dalam kasus ini. Mereka adalah eks Direktur Komersial PT Bhanda Ghara Reksa Persero Budi Susanto, dan mantan Vice President Operasional PT Bhanda Ghara Reksa Persero April Churniawan.

Lalu, Ketua tim penasihat PT Primalayan Teknologi Persada Ivo Wongkaren, anggota tim penasihat PT Primalayan Teknologi Persada Roni Ramdani, dan General Manager PT Primalayan Teknologi Persada Richard Cahyanto.

3. Kasus ini rugikan negara Rp127,5 miliar

Tiga Tersangka Korupsi Bansos PKH Kementerian Sosial ditahan KPK (IDN Times/Aryodamar)

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan kasus ini telah merugikan negara senilai Rp127,5 miliar. Hal ini diketahui dari nilai kontrak program tersebut.

"Jadi yang perlu kami jelaskan begini dulu, nilai kerugian Rp127 miliar ini dinilai dari apa? Dinilai dari kontraknya yang sekitar Rp325 miliar," ujar Ghufron.

Ghufron menjelaskan bahwa ada sekitar Rp190 miliar yang terpakai dari nilai kontrak itu. Sisanya dianggap sebagai kerugian negara.

"Sementara yang digunakan yang kemudian terdistribusi untuk real cost itu sekitar Rp190-an miliar, sehingga sisanya yang Rp127 miliar ini kami anggap sebagai bagian kerugian negara karena perolehannya secara melawan hukum," ujar Ghufron.

Editorial Team

EditorAryodamar