KPK Tetapkan Dirut Perum Jasa Tirta II Sebagai Tersangka

Jakarta, IDN Times - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Direktur Utama Perum Jasa Tirta II, Djoko Saputra sebagai tersangka dalam kasus korupsi pengadaan pekerjaan jasa konsultasi di perusahaan BUMN itu. Berawal dari laporan masyarakat, lembaga antirasuah menduga perbuatan korupsi sudah dilakukan sejak Djoko diangkat sebagai Dirut Perum Jasa Tirta II pada 2016 lalu.
Usai diangkat sebagai dirut, Djoko kemudian melakukan relokasi anggaran. Perubahan anggaran dilakukan dengan memberikan tambahan anggaran pada pengembangan SDM dan strategi korporat. Semulai nilai anggarannya Rp2,8 miliar kemudian berubah menjadi Rp9,55 miliar.
Anggaran yang sudah ditambahkan tersebut kemudian digunakan untuk dua kegiatan pertama, perencanaan strategis korporat dan proses bisnis kedua senilai Rp3,8 miliar, kedua, perencanaan komprehensif pengembangan SDM PJT II sebagai antisipasi pengembangan usaha perusahaan senilai Rp5,73 miliar. Rupanya sejak awal, Djoko sudah menyiapkan agar kedua kegiatan itu dikerjakan oleh Andrini Yaktiningsasi. Djoko dan Andrini diketahui memang saling mengenal.
"Bahwa dalam pelaksanaan kedua pekerjaan tersebut, AY (Andrini) diduga menggunakan bendera perusahaan PT Bandung Management Economic Center dan PT 2001 Pangripta," ujar juru bicara KPK, Febri Diansyah ketika memberikan keterangan pers pada Jumat (7/12).
Lalu, berapa keuntungan ekonomi yang dinikmati oleh Andrini karena ditunjuk langsung oleh Djoko untuk mengerjakan kedua acara tersebut? Padahal, seharusnya untuk kegiatan itu melalui lelang terlebih dahulu.
1. KPK temukan indikasi sejak awal proses lelang untuk kegiatan pengembangan SDM hanya formalitas belaka
Juru bicara KPK, Febri Diansyah mengatakan sejak awal proses lelang untuk dua kegiatan pengembangan SDM di Perum Jasa Tirta II dilakukan dengan penuh kongkalikong. Proses pelaksanaan lelang dilakukan menggunakan rekayasa dan formalitas. Sebab, sejak awal Djoko ingin menunjuk Andrini sebagai pihak yang mengerjakan dua pekerjaan tadi.
"Salah satunya dengan membuat penanggalan dokumen administrasi lelang secara backdated," kata Febri ketika memberikan keterangan pers di gedung KPK.
Kejanggalan lain yang ditemukan oleh KPK yakni ada nama-nama ahli yang tercantum di dalam kontrak hanya dipinjam dan dimasukan ke dalam dokumen penawaran dua perusahaan milik Andrini. Tujuannya, hanya sebagai proses formalitas agar dapat mengikuti proses lelang.
Setelah pengerjaan dua proyek kegiatan pengembangan SDM itu dipegang oleh Andrini, maka PJT melakukan pembayaran dengan total Rp5,5 miliar dengan rincian pekerjaan komprehensif pengembangan SDM PJT II sebagai antisipasi pengembangan usaha perusahaan sebesar Rp3,3 miliar. Kedua, perencanaan strategis korporat dan proses bisnis sebesar Rp2,2 miliar.