Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia (IDN Times/ Yosafat Diva Bayu Wisesa)
Sebelumnya, Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Saldi Isra menyoroti pandangan pemerintah dan DPR RI sebagai pihak terkait dalam agenda pemeriksaan persidangan uji materi Pasal 169 huruf q UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Adapun dalam sidang itu, pihak DPR diwakili oleh anggota Komisi III DPR Fraksi Gerindra, Habiburokhman. Sementara pemerintah diwakili Staf Ahli Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Togap Simangunsong.
Saldi mempertanyakan urgensi atas gugatan aturan mengenai batas usia capres dan cawapres tersebut.
Dia menilai, secara tidak langsung dalam pernyataan DPR dan pemerintah sebagai pihak terkait uji materi menunjukkan punya pandangan yang sama.
Saldi lantas menyinggung soal batas minimal usia capres dan cawapres yang pernah dibuat oleh DPR dan pemerintah dalam UU Pemilu pada 2008 lalu. Saat itu, batas usia minimum yang diatur ialah 35 tahun. Namun diubah jadi 40 tahun pada 2017.
Oleh sebab itu, dia menegaskan, jika DPR maupun pemerintah punya pandangan sama soal batas minimal usia capres itu dikembalikan, maka sebaiknya revisi UU di parlemen. Dengan begitu, tak perlu digugat ke MK.
"Kalau dibaca implisit, walaupun menyerahkan pada kebijaksanaan yang mulia hakim konstitusi, ini kan bersayap, dua duanya mau," ujar Saldi dalam persidangan yang digelar di ruang sidang Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Selasa (1/8/2023).
"DPR juga implisit sudah setuju dan tidak ada perbedaan di fraksi-fraksinya, kelihatan pemerintah juga setuju. Kan sederhana mengubahnya, dibawa ke DPR, diubah undang-undangnya, pasal itu sendiri, tidak perlu tangan Mahkamah Konstitusi," lanjut dia.
Adapun dalam petitum yang dibacakan, DPR dan pemerintah sejalan menyerahkan urusan ini ke MK. Keduanya tak menyatakan secara eksplisit persetujuan atau penolakan terhadap permohonan uji materi batasan usia capres dan cawapres tersebut.
Sebagaimana diketahui, gugatan soal batas minimal usia capres dan cawapres dilayangkan oleh tiga pemohon sekaligus ke MK. Pemohon pertama diajukan oleh Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Garuda Yohanna Murtika dan Ketua Umum Partai Garuda Ahmad Ridha Sabana sebagai pemohon dan Desmihardi dan M. Malik Ibrohim sebagai kuasa hukum.
Kemudian, pemohon kedua diajukan oleh Ketua DPP Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Dedek Prayudi. Pemohon ketiga, Wali Kota Bukittinggi Erman Safar dan Wakil Bupati Lampung Selatan Pandu Kesuma Dewangsa, dengan kuasa hukum Maulana Bungaran dan Munathsir Mustaman.