Ilustrasi Koruptor. (IDN Times/Aditya Pratama)
Sebagaimana diketahui, MA mengabulkan permohonan uji materi yang diajukan Indonesia Corruption Watch (ICW), Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Saut Situmorang, dan Abraham Samad.
Ringkasnya, majelis hakim sepakat PKPU 10/2023 dan PKPU 11/2023 yang muatannya menambah syarat perhitungan pidana tambahan pencabutan hak politik bagi proses pencalonan anggota legislatif mantan terpidana merupakan pelanggaran hukum karena bertentangan dengan UU Pemilu dan putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Perdebatan ini mulai mencuat saat KPU mengeluarkan dua aturan internal tentang pencalonan anggota DPRD Kabupaten, Kota, Provinsi, DPR RI, dan DPD RI pertengahan April lalu.
Di mana Pasal 11 ayat (6) PKPU 10/2023 dan Pasal 18 ayat (2) PKPU 11/2023 mengabaikan masa jeda waktu lima tahun bagi mantan terpidana korupsi yang ingin mencalonkan diri sebagai anggota legislatif jika dalam vonis mereka memuat pidana tambahan pencabutan hak politik.
Sederhananya, menurut logika KPU, seorang terpidana yang dicabut hak politik, misalnya satu tahun, maka pada tahun kedua dia langsung bisa mencalonkan diri sebagai anggota legislatif. Padahal, putusan MK Nomor 87/PUU-XX/2022 dan Nomor 12/PUU-XXI/2023 sudah tegas menyebut kewajiban melewati masa jeda waktu lima tahun, tanpa syarat tambahan apa pun.