Kepala Otoritas Universitas Trisakti di tahun 1998 sekaligus saksi sejarah akan kerusuhan sore hari itu, Ari Gunarsa, turut memberikan keterangan pada detik-detik kericuhan.
“Sore itu mahasiswa sudah mencair suasananya. Jumlah massa sudah berbalik, mahasiswa sebagian sudah pada balik ke kampus, tapi polisi makin banyak. Nah pas dateng pasukan bermotor itu, polisi yang menjaga itu segera membuka barikade, nah itu dipersilahkan lewat pasukan bermotor nabrak-nabrakin mahasiswa,” cerita Ari.
Polisi mulai menembaki mahasiswa. Sekitar jam 5 sore, Hendro terjatuh dan terkena tembakan peluru karet dari jarak satu meter. “Untungnya saya segera dievakuasi oleh teman-teman dan diamankan di lantai sembilan Ruang Pembantu Rektor III. Dari atas situ saya benar-benar melihat teman-teman saya ditembaki, ada yang bersiaga di fly over dan ada juga di roof top Ciputra Mall,” ungkap Hendro.
Menurut Hendro, tembakan tidak berhenti hingga pukul sembilan malam. Bahkan, mahasiswa yang menjadi korban bentrokan tidak diizinkan untuk melewati barikade Kepolisian untuk mendapat perawatan pertama. Padahal, malam harinya mahasiswa sama sekali tidak membalas segala tembakan petugas. “Kita memang gak ada niatan ricuh. Jadi mahasiswa hanya melempari polisi pakai batu, botol. Tandunya saja pakai papan,” samung dia.
Beruntung Hendro bisa dilarikan ke RS Pertamina oleh teman-temannya tanpa ketahuan petugas, pasalnya Hendro menjadi orang paling dicari pada kerusuhan itu. “Saya melihat di televisi rumah sakit, itu kabar meninggalnya menjadi headline. Malah sempat beredar kabar kalau ada enam orang meninggal. Kita itu benar-benar ditembak kayak rusa gitu,” tambah dia.
Siapa sangka aksi damai kala itu berujung ricuh hingga memakan empat korban jiwa. “Hendryawan Sie meninggal saat menutup gerbang. Hafidin Royan meninggal saat lagi manggil teman-temannya, dia ditembak di kepala hingga tembus otak. Elang tewas saat mengikuti temannya. Dan Hery Hartanto meninggal saat cuci muka,” sambung Ari.
Satu hal yang perlu diketahui adalah, sekitar 41 orang menjadi korban akan peluru tajam dan ratusan orang lainnya menjad korban peluru karet serta gas air mata.
“Padahal, sebelumnya Panglima ABRI Wiranto sudah mengingatkan agar tidak menggunakan peluru tajam. Tapi nyatanya, ada ratusan peluru tajam saat kita selidiki, itu tersangkut di pohon-pohon. Itu yang menjadi pertanyaan, siapa yang memerintahkan penembakan itu. Karena operasi saat itu benar-benar gak berhenti penembakan dari sampai jam sembilan malam,” tutup Ari.