Sehari usai aksi tersebut atau tepatnya Jumat (16/8), asrama mahasiswa Papua di Surabaya didatangi aparat bersama organisasi massa (ormas) yang hingga kini belum diketahui identitasnya. Alasannya, mereka diduga merusak bendera Merah Putih di depan asrama.
Di sana, sejumlah aparat dan anggota ormas diduga melakukan intimidasi dengan melontarkan kalimat bernada rasis, hingga adanya pengusiran 43 mahasiswa asal Papua yang digiring ke kantor polisi.
Kabid Humas Polda Jawa Timur, Kombes Pol. Frans Barung Mangera, membantah tudingan rasis yang dilakukan aparat kepolisian terhadap mahasiswa Papua di Surabaya.
"Tidak ada sama sekali penindasan kepada mereka seperti beredar kabar bahwa ada rasisme kepada mahasiswa Papua," kata Frans Barung Mangera di RS Bhayangkara, Surabaya, Senin (19/8).
Barung mengatakan, isu perlakuan rasis terhadap mahasiswa bermula saat asrama mahasiswa Papua (AMP) di Surabaya digeruduk oleh organisasi kepemudaan yang geram karena ada kabar perusakan bendera Merah Putih pada 16-17 Agustus.
Saat itu 43 mahasiswa asal Papua sempat dibawa ke Mapolrestabes Surabaya. Namun, Frans Barung Mangera mengatakan, ke-43 mahasiswa tersebut bukan ditangkap, melainkan hanya diamankan.
"Kami tegaskan tidak ada penahanan, tidak ada penangkapan yang ada kita mengamankan 43 mahasiswa tersebut. Dikarenakan situasi kondisi yang mana masyarakat dan beberapa OKP ormas akan masuk ke dalam. Kalau tidak diamankan, akibatnya justru terjadi masyarakat dengan mahasiswa," kata Barung.
Selanjutnya, karena tidak terbukti memenuhi unsur pidana, ke-43 mahasiswa asal Papua tersebut dikembalikan lagi ke asrama.