Jakarta, IDN Times - Deputi V Kantor Staf Presiden (KSP), Jaleswari Pramodhawardani membela keputusan pemerintah yang resmi memasukan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Papua ke dalam grup teroris. Sebab, berdasarkan data yang ia miliki, mayoritas kasus kekerasan yang terjadi di Papua selama 10 tahun terakhir dilakukan oleh KKB.
Jaleswari juga mencatat selama 2021 ini, sudah ada 10 tindak kekerasan di Papua yang menyebabkan guru, tukang ojek hingga perwira tinggi Badan Intelijen Negara (BIN) tewas.
"Penyebutan KKB sebagai organisasi atau individu teroris diambil dengan pertimbangan yang matang, memperhatikan masukan dan analisis dari berbagai pihak. Baik di dalam maupun di luar pemerintah, berdasarkan fakta-fakta tindakan kekerasan secara brutal dan masif di Provinsi Papua selama beberapa waktu terakhir yang menyasar masyarakat sipil, (termasuk pelajar, guru, tokoh adat) dan aparat, yang dilakukan oleh KKB," ungkap Jaleswari dalam keterangan tertulis pada Jumat (30/4/2021).
Namun, menurut pendapat beberapa organisasi pegiat Hak Asasi Manusia (HAM) termasuk Setara Institute penyematan label teroris itu tak akan menyelesaikan masalah. Wakil organisasi Setara Institute, Bonar Tigor Naipospos mengatakan pelabelan teroris bagi KKB di Papua didorong karena kemarahan pemerintah atas tewasnya Kepala BIN di Papua, Brigjen TNI I Gusti Putu Danny Karya Nugraha pada Minggu, 25 April 2021.
Apa benar demikian? Apa konsekuensinya bila KKB dimasukan ke dalam kelompok teroris?
