Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi Masker (IDN Times/Besse Fadhilah)
Ilustrasi Masker (IDN Times/Besse Fadhilah)

Intinya sih...

  • DLH DKI Jakarta akan tiru kota-kota besar dunia dalam menangani polusi udara

  • Penyampaian data polusi udara harus lebih terbuka

  • DLH DKI Jakarta menargetkan tambah 1.000 sensor kualitas udara berbiaya rendah

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Kualitas udara di DKI Jakarta masuk peringkat keenam terburuk di dunia, pada Sabtu (20/9/2025) pagi. Berdasarkan pantauan dari data situs pemantau kualitas udara IQAir pada pukul 06.20 WIB, Indeks Kualitas Udara (AQI) di Jakarta berada di angka 153 dengan angka partikel halus (particulate matter/PM) 2.5 atau masuk kategori tidak sehat.

Adapun kota dengan kualitas udara terburuk di dunia adalah Baghdad (Irak) dengan indeks kualitas udara di angka 239. Sedangkan di urutan kedua ada Kinshasa (Kongo) di angka 177, dan di urutan ketiga ada Dhaka (Bangladesh) di angka 165.

1. DLH DKI Jakarta akan tiru kota-kota besar dunia dalam menangani polusi udara

Ilustrasi Masker (IDN Times/Sunariyah)

Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta akan meniru kota-kota besar dunia seperti Paris dan Bangkok dalam menangani polusi udara.

"Belajar dari kota lain, Bangkok memiliki 1.000 Stasiun Pemantau Kualitas Udara (SPKU), Paris memiliki 400 SPKU. Jakarta saat ini memiliki 111 SPKU dari sebelumnya hanya 5 unit," kata Kepala DLH DKI Jakarta Asep Kuswanto di Jakarta, dikutip dari ANTARA.

2. Penyampaian data polusi udara harus lebih terbuka

Ilustrasi Perayaan Hari Perhubungan di Monas. ((IDN Times/Dini Suciatiningrum)

DLH DKI Jakarta akan menambah jumlah SPKU agar bisa melakukan intervensi yang lebih cepat dan akurat.

Asep mengatakan, keterbukaan data menjadi langkah penting dalam memperbaiki kualitas udara secara sistematis. Penyampaian data polusi udara harus lebih terbuka agar intervensi bisa lebih efektif.

3. DLH DKI Jakarta menargetkan tambah 1.000 sensor kualitas udara berbiaya rendah

Ilustrasi Jakarta, Bundaran HI (IDN Times/Dini Suciatiningrum)

Asep menilai, yang dibutuhkan bukan hanya intervensi sesaat, tetapi langkah-langkah berkelanjutan dan luar biasa dalam menangani pencemaran udara.

DLH DKI Jakarta menargetkan penambahan 1.000 sensor kualitas udara berbiaya rendah (low-cost sensors) agar pemantauan lebih luas dan akurat.

Editorial Team