IDN Times/Fitang Budhi Adhitia
Sementara itu, Pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar mengatakan, Kivlan Zen seharusnya bisa mendapatkan hak yang sama seperti Soenarko untuk memperoleh penangguhan penahanan.
"Soal kooperatif atau tidak kooferatif ini belum jelas kriterianya. Karena itu, dalam konteks penanganan pak Kivlan Zen dan Soenarko, ada perlakuan yang berbeda keduanya. Ini yang saya katakan diskriminatif," kata Abdul kepada IDN Times di Jakarta, Senin (24/6).
Selain itu lanjutnya, penangguhan penahanan merupakan hal yang biasa dalam penegakan hukum pidana dan di dalam perkara apa pun.
Ia juga menilai, langkah yang diambil oleh Panglima TNI dan Menko Maritim untuk menjadi penjamin penahanan Soenarko, bukan bentuk intervensi terhadap Polri.
"Karena dua orang ini sangat mungkin pernah menjadi bawahan atau atasannya (Soenarko) di ketentaraan. Kecuali, dua orang ini menjamin perkara penggelapan, penipuan atau korupsi, itu baru intervensi," ujarnya.
Abdul Fickar melanjutkan, meski penahanan Soenarko telah dituntaskan, perkara yang dihadapi mantan Komandan Pusat Kesenjataan Infanteri (Danpussenif) itu harus dituntaskan hingga ke meja hijau.
Ia pun menegaskan, seorang yang terjerat masalah hukum harus tetap dinyatakan tidak bersalah, hingga ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
"Kepentingannya adalah harus jelas apakah memang para tersangka itu terbukti atau tidak melakukan tindak pidana yang disangkakan. Jika tidak dilanjutkan, maka akan jadi pembuktian lagi bahwa di era ini "hukum hanya menjadi alat kekuasaan, untuk memberangus pihak-pihak yang kritis dan berbeda"," tegasnya.
Dikonfirmasi terpisah hari ini, Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Mabes Polri Brigjen Pol. Dedi Prasetyo tidak dapat menjelaskan lebih detail apa sisi tidak kooperatifnya Kivlan. Ia hanya menegaskan, keputusan itu merupakan kewenangan penyidik.
"Itu alasan penyidik ya, penyidik yang menyampaikan. (Sisi tidak kooperatif) Itu teknis, itu materi penyidikan pokok. Artinya yang ditanyakan penyidik. Ketika (Kivlan) ditanyai A, jawabnya bukan A tapi B, C, dan D. (Kivlan) Ada penjaminnya, tapi beliau tidak kooperatif dalam pemeriksaan," jelas Dedi.